loading...

PHK tanpa alasan ... gimana nih pak ?


Yth.bapak WAHYU KUNCORO, SH

ada yang ingin saya tanyakan tentang aturan pemutusan hubungan kerja.bisakah suatu perusahaan mem PHK karyawannya tanpa penyebab / kesalahan ? menurut HRD saya di keluarkan karena dapat menjadi ' potensial danger ' di kemudian hari bagi perusahaan (perintah langsung dari presiden direktur) dan apa yang dapat kita tuntut kepada perusahaan apabila melakukan PHK tanpa sebab tersebut karena HRD sendiri tidak dapat memberikan keterangan kepada saya apa yang menjadi kesalahan saya, yang menyebabkan saya di PHK.

Bisakah saya menuntut kompensasi yang lebih besar dari apa yang ada pada aturan yang ada kerena pihak perusahaan sudah mengambil sebagian milik saya dan pencemaran nama baik. Atas masukan dan tanggapannya saya ucapkan banyak terima kasih.



JAWAB :

Dalam UU No. 13 Tahun 2003, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.

Berdasarkan definisi di atas maka unsur yang penting dalam suatu pemutusan hubungan kerja adalah karena "suatu hal tertentu". Apa yang dimaksud "hal tertentu" ? sayangnya hal tersebut sampai hari ini masih menjadi multi tafsir, baik dikalangan pekerja maupun dikalangan pengusaha. Namun meskipun muti tafsir, tidak berarti pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa alasan.

Pasal 151 UU No. 13 Tahun 2003 mengatur :

(1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.

(2) Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihanhubungan industrial.

Pasal 2 KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP-150/MEN/2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG PENGHARGAAN MASA KERJA DAN GANTI KERUGIAN DI PERUSAHAAN menegaskan :

1) Setiap pemutusan hubungan kerja di perusahaan harus mendapatkan ijin dari Panitia Daerah. untuk pemutusan hubungan kerja perorangan dan dari Panitia Pusat untuk pemutusan hubungan kerja massal.

2) Pengecualian dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja tanpa meminta ijin kepada Panitia, Daerah atau Panitia Pusat dalam hal :

a. pekerja dalam masa percobaan kerja;
b. pekerja mengajukan permintaan mengudurkan diri secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa mengajukan syarat;
c. pekerja telah mencapai usia pensiun yang ditetapkan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama;
d. atau berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu;
e. pekarja meninggal dunia.

3) Permohonan ijin pemutusan hubungan kerja tidak dapat diberikan apabila pemutusan hubungan kerja di dasarkan atas :

a. hal-hal yang berhubungan dengan kepengurusan dan atau keanggotaan serikat pekerja yang terdaftar di Departemen Tenaga Kerja atau dalam rangka membentuk serikat pekerja atau melaksanakan tugas-tugas atau fungsi serikat pekerja;
b. di luar jam kerja atau di dalam jam kerja atas ijin tertulis pengusaha atau yang diatur dalam kesepakatan kerja bersama;
c. pengaduan pekerja kepada yang berwajib mengenai tingkah laku Pengusaha yang terbukti melanggar peraturan negara; paham, agama, aliran, suku, golongan atau jenis kelamin.
4) Pemutusan hubungan kerja dilarang :

a. pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan terus menerus;
b. pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara, sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku;
c. pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya dan yang disetujui Pemerintah;
d. karena alasan pekerja menikah, hamil, melahirkan atau gugur kandungan;
e. karena alasan pekerja wanita melaksanakan kewajiban menyusui bayinya yang telah diatur dalam perjanjian kerja alau peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama atau peraturan perundang-undangan;
f. pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam peraluran perusahaan alau kesepakalan kerja bersama;

5) Keadaan sakit terus menerus sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf a meliputi:

a. sakit menahun atau berkepanjangan sehingga tidak dapat menjalankan, pekerjaannya secara terus-menerus;
b. setelah sakit lama kemudian masuk bekerja kembali tetapi tidak lebih dari 4 (empat) minggu kemudian sakit kembali

Jika alasan dan atau prosedur PHK yang dilakukan perusahaan ternyata bertentangan dengan prosedur pasal yang terurai di atas, anda dapat mengangkat permasalahan tersebut sebagai perselisihan hubungan industrial, baik melalui konsiliasi atau mediasi, bipartit atau tripartit.
Jika tidak ada penyelesaian, sebagai Pekerja anda dapat mengajukan gugatan ke PHI. Hal ini sebagaimana dimaksud dan diatur Pasal 5 UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL yang menyatakan, dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.

Terkait dengan pertanyaan, bisakah menuntut kompensasi yang lebih besar dari apa yang ada pada aturan yang ada kerena pihak perusahaan sudah mengambil sebagian milik dan pencemaran nama baik ? jawabnya tentu saja bisa, sepanjang anda memang dapat membuktikan tentang pencemaran nama baik tersebut dan tindakan mengambil barang yang dilakukan Perusahaan.

Komentar

Postingan Populer