OBJEK PEKERJAAN PKWT
Yth. saudara advokatku
Berikut pertanyaan seputar masalah hukum ;
1) Saya adalah calon pegawai pada salah satu BUMN yang diangkat berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan jenis pekerjaannya merupakan pekerjaan tetap yang berkaitan langsung dengan proses produksi perusahaan. persoalannya dalam UU 13 tahun 2003 pasal 59 jelas disebutkan bahwa PKWT tidak dapat diberikan untuk jenis pekerjaan tetap tetapi hanya pekerjaan bersifat sementara dan atau pekerjaan baru. kalau diliat dalam BW pasal 1320 point ke-4 salah satu syarat sah perjanjian adalah causa yang halal dalam artian tidak melanggar peraturan yang ada. pertanyaan saya adalah apakah PKWT saya sah dalam perspektif hukum?
2) Dalam hukum pidana dikenal asas legalitas pasal 1 ayat 1 KUHP. pertanyaan saya apakah asas tersebut berlaku dalam bidang hukum yang lain misalnya HTN atau HAN? klo iya tolong diberikan referensinya.
Ssebelum dan sesudahnya, terima kasih atas bantuannya.
Jawab :
1) Mungkin ada baiknya, saya kutip Pasal 59 UU No. 13 Tahun 2003 yang mengatur tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Pasal 59 :
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.
Dalam penjelasan Pasal 59 ayat (2)-nya, didapatkan penjelasan bahwa apabila pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari suatu proses produksi, tetapi tergantung cuaca atau pekerjaan itu dibutuhkan karena adanya suatu kondisi tertentu maka pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan musiman yang tidak termasuk pekerjaan tetap sehingga dapat menjadi obyek perjanjian kerja waktu tertentu.
Terkait dengan Pasal 59, didalam penjelasan Pasal 66 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 dijelaskan bahwa pada pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan usaha pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, pengusaha hanya diperbolehkan mempekerjakan pekerja/buruh dengan perjanjian kerja waktu tertentu dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
Dari ketentuan Pasal 59 berikut penjelasannya dan pengertian dari penjelasan Pasal 66 ayat (1) maka dapat ditafsirkan bahwa untuk menentukan apakah suatu pekerjaan adalah objek PKWT atau bukan, agak sulit untuk dirumuskan. Penentuan objek pekerjaan tidak hanya didasarkan pada jenis, sifat dan kegiatan pekerjaannya saja tetapi juga harus diukur pada unsur “suatu kondisi tertentu”. Apakah yang dimaksud unsur “kondisi tertentu” tersebut ? sayangnya, hukum ketenagakerjaan tidak pernah menjelaskan secara spefikasi/ merinci apa yang dimaksud “kondisi tertentu” tersebut. Akibatnya, dalam masalah sengketa pekerja PKWT, banyak pengusaha-pengusaha yang ber-”lindung” dalam analogi unsur “suatu kondisi tertentu” tersebut.
Terkait dengan pertanyaan anda, apakah PKWT anda sah dalam perspektif hukum ? saya belum bisa menjawabnya sebelum ada uraian tentang jenis, sifat, kegiatan dan kondisi tertentu dari pekerjaan yang anda lakukan tersebut. Untuk itu ada baiknya, anda mencermati kembali isi PKWT tersebut.
Pasal 59 :
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.
Dalam penjelasan Pasal 59 ayat (2)-nya, didapatkan penjelasan bahwa apabila pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari suatu proses produksi, tetapi tergantung cuaca atau pekerjaan itu dibutuhkan karena adanya suatu kondisi tertentu maka pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan musiman yang tidak termasuk pekerjaan tetap sehingga dapat menjadi obyek perjanjian kerja waktu tertentu.
Terkait dengan Pasal 59, didalam penjelasan Pasal 66 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 dijelaskan bahwa pada pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan usaha pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, pengusaha hanya diperbolehkan mempekerjakan pekerja/buruh dengan perjanjian kerja waktu tertentu dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
Dari ketentuan Pasal 59 berikut penjelasannya dan pengertian dari penjelasan Pasal 66 ayat (1) maka dapat ditafsirkan bahwa untuk menentukan apakah suatu pekerjaan adalah objek PKWT atau bukan, agak sulit untuk dirumuskan. Penentuan objek pekerjaan tidak hanya didasarkan pada jenis, sifat dan kegiatan pekerjaannya saja tetapi juga harus diukur pada unsur “suatu kondisi tertentu”. Apakah yang dimaksud unsur “kondisi tertentu” tersebut ? sayangnya, hukum ketenagakerjaan tidak pernah menjelaskan secara spefikasi/ merinci apa yang dimaksud “kondisi tertentu” tersebut. Akibatnya, dalam masalah sengketa pekerja PKWT, banyak pengusaha-pengusaha yang ber-”lindung” dalam analogi unsur “suatu kondisi tertentu” tersebut.
Terkait dengan pertanyaan anda, apakah PKWT anda sah dalam perspektif hukum ? saya belum bisa menjawabnya sebelum ada uraian tentang jenis, sifat, kegiatan dan kondisi tertentu dari pekerjaan yang anda lakukan tersebut. Untuk itu ada baiknya, anda mencermati kembali isi PKWT tersebut.
2) Asas legalitas adalah asas hukum universal dalam hukum positif, yang mensyaratkan peraturan hukum yang dituliskan (lex scripta), dirumuskan dengan rinci (lex certa), tidak diberlakukan surut (non-retroaktif), dan larangan analogi. Jadi, karena asas tersebut adalah asas universal maka tentunya tidak hanya berlaku pada suatu bidang hukum tertenu sebagaimana yang anda pahami. Mengenai referensi, sebaiknya anda baca-baca buku tentang dasar-dasar hukum terkait dengan asas legalitas tersebut.
Dear Pak Wahyu.
BalasHapusSaya mohon bantuannya karna saya ada masalah dengan sertifikat tanah saya. sertifikat saya digugat di pengadilan negri kalah oleh pihak penggugat. saya buta masalah hukum dan saya bukan orang berduit. sekarang permasalahannya sudah sampai di Mahkamah Agung. tanah tersebut saya beli tahun 1982 dan PBB selalu saya bayar.saya masih simpan sertifikat itu.
Atas bantuan Pak Wahyu, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.