loading...

Menuntut pembatalan jual beli secara sepihak ....


Asswrwb Pak Wahyu Kuncoro.

Dalam kesempatan ini di awali dulu untuk mohon maaf lahir dan bathin atas segala kesalahan dan khilaf yang saya lakukan kepada Bapak dan barangkali dengan keluarga juga.

Saya berdoa untuk Bapak : " Taqobballaloohu minna wamingkum " dan selamat berhari raya idul fitri 1430 H - semoga semua amal ibadah kita selama bulan suci romadhon yang lalu diterima disisi Alloh dan dibungkus dengan rohmatnya Alloh dengan penuh barokah.

Pak Wahyu, Adapun yang saya ingin konsultasikan adalah bagaimana sikap saya terhadap kasus menjual sebuah rumah dengan diawali si Pembeli memberikan surat pernyataan terlebih dahulu diatas materai 6000 ribu rupiah dan di tandatangani oleh masing2 pihak dan saksi-saksi.

Singkat ceritanya begini, Bapak :
Saya merencanakan menjual sebuah rumah bangunan permanent 2 (dua) lantai di Bandung kepada calon pembeli dan sudah terjadi kecocokan harga dan tata cara pembayarannya. Secara tiba-tiba tanpa dilakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada saya, si Calon Pembeli membatalkan sepihak dengan alasan sertipikatnya masih bermasalah karena statusnya masih di blokir oleh BPN Kab. Bandung di Soreang.

Lalu saya mencoba memberikan gambaran secara jelas tentang status pemblokiran tsb bahwa karena si Calon Pembeli sudah menerbitkan Surat Pernyataan maka saya mengurus pembukaan pemblokiran sertipikat tsb.
Saat ini statusnya sudah di buka atau dicobut oleh BPN dan telah diberikan penjelasan untuk bisa dicek di BPN pada tanggal 29 September 2009 nanti bahwa Insya Alloh segala sesuatunya sudah clear (bersih).

Nah, saya mengirimkan penjelasan lewat SMS dan email bahwa saya mau ketemu untuk menindak lanjuti merealisir penjualan rumah tsb tapi tanpa dibalas atau tidak ditanggapi ? Apakah perlu saya laporkan ke kepolisian sebagai tindak membohongi saya dengan cara mendiamkan atau membatalkan tanpa alasan yang disampaikan ? Padahal saya sudah mengeluarkan biaya cukup besar didalam hitungan jutaan rupiah dan waktu yang cukup lama mengurusnya sampai ke Mabes Polri untuk dukungan diterbitkannya surat pencabutan pemblokiran.

Begitu kira2 Pak Wahyu. Mohon ilhamnya bagaimana Bapak seharusnya sikap saya ini ?
Atas perhatiannya dan bantuannya diucapkan syukur alhjkro.
Salam hormat,

Wassalamu'alaikum,

JAWAB :

Wa 'alaikum salam, na'am Taqobballaloohu minna wamingkha ....

Pasal 1457 KUHPerdata menyatakan bahwa Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan. Artinya, berdasarkan ketentuan Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah mutlak perbuatan hukum perdata yang tentunya saja jika ada perbuatan melawan hukum, tentunya perbuatan melawan hukum itu termasuk dalam ranah hukum perdata, terkecuali ada dan dapat dibuktikan unsur pidananya.

Sebagai persetujuan atas suatu perikatan, logika hukumnya, jual beli tunduk pada ketentuan pasal-pasal KUHPerdata sebagai berikut :

1265 :
Suatu syarat batal adalah syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan perikatan dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan. Syarat ini tidak menunda pemenuhan perikatan; ia hanya mewajibkan kreditur mengembalikan apa yang telah diterimanya, bila peristiwa yang dimaksudkan terjadi.

1266 :
Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal balik, andaikata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada Pengadilan. Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam persetujuan. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, maka Hakim dengan melihat keadaan, atas permintaan tergugat, leluasa memberikan suatu jangka waktu untuk memenuhi kewajiban, tetapi jangka waktu itu tidak boleh lebih dan satu bulan.

1267 :
Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih; memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga.

Perhatikan ketentuan Pasal-pasal KUHPerdata di atas, berdasarkan ketentuan diatas, dalam setiap perikatan selalu ada syarat pembatalan, baik yang secara tegas ditentukan dalam perjanjian/ perikatan tersebut atau yang ditentukan sepihak secara diam-diam. Perbedaannya, kalau syarat pembatalan tersebut ditegaskan secara tertulis, maka dengan terpenuhinya syarat pembatalan, perikatan/ perjanjian tersebut hapus dan keadaan hukumnya kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan. Sedangkan, kalau syarat pembatalan tersebut tidak dicantumkan secara tertulis dalam suatu perjanjian (hanya secara lisan) tentunya pembatalan "dapat" dimintakan kepada Pengadilan.

Terkait dengan yang disampaikan, pertanyaan yang mutlak harus dijawab adalah, apakah pengingkaran suatu pernyataan adalah suatu perbuatan pidana ? dalam ilmu hukum, sampai saat ini belum mendefinisikan apa yang dimaksud dengan "pernyataan" namun demikian dari isi-nya dapat dipastikan bahwasanya pernyataan adalah penyampaian secara lisan/tertulis tentang syarat dan ketentuan suatu perikatan, sehingga dapat menimbulkan akibat hukum. Dengan asumsi, jika ada sebab atau maksud yang belum disampaikan kepada pihak lain maka tentunya tidak mempunyai akibat hukum sama sekali. Jadi secara konteks, pernyataan adalah sama dengan istilah "perikatan" yang dikenal dalam ilmu hukum, yang jelas-jelas masuk dalam ranah hukum perdata. Artinya, sekali lagi, bapak tidak bisa mendalilkan si calon Pembeli telah melakukan tindak pidana penipuan atau "membohongi".

Kalau Bapak mau mengambil upaya hukum, tentunya yang bisa bapak lakukan adalah menggugat si calon pembeli ke Pengadilan Negeri secara perdata, bukan pidana.

Bagaimana seharusnya sikap Bapak dalam hal ini ? .... ya, saran saya, supaya hal ini menjadi bahan pertimbangan Bapak dalam menjual asset tersebut yang hendaknya tidak menjual asset yang masih ada "masalah".

Komentar

  1. bagaimana kalau sebaliknya.. apabila penjual yg membatalkan secara sepihak tanpa proses pengadilan.. dimana di dalam akte perjanjian secara notaris ada pasal yg berisikan penjual berhak untuk membatalkan secara sepihak dan dikenalan denda 1% dan mengembalikan uang.
    apakah penjual bisa di gugat oleh pembeli secara pidana dikarnakan membatalkan secara sepihak?

    BalasHapus
  2. kalau ada janjian seperti itu dalam akta notarisnya, maka penjual dapat membatalkan secara sepihak dan penjual harus memenuhi kewajibannya untuk mengembalikan uang dan denda 1% serta penjual tidak dapat digugat secara apapun. Jadi tidak ada wanprestasi.

    BalasHapus

Posting Komentar

Berikan tanggapan/ komentar sesuai dengan postingan. Bukan pertanyaan atau yang bersifat konsultasi. Jika Ingin berkonsultasi, baca ketentuan yang ditetapkan

Postingan Populer