loading...

Toko yang sudah saya bangun harus Dibongkar ? Dasar hukumnya apa ?


Salam pak


Salam kenal dari saya : Ny. Mih di Gorontalo

awal kisah kasus :

Sebuah rumah beserta tananhya di jual oleh Ayah si Agus kepada saya, sekarang si Agus menggugat ke pengadilan perihal penjualan tanah oleh ayahnya tersebut.... Agus menggugat Ayahnya dan Suami saya di pengadilan. Tanah dan rumah tersebut dibangun oleh ayahnya tanpa bantuan si Agus. tapi karena ibunya si Agus tersebut telah meninggal dunia jadi dia merasa punya hak waris atas rumah tersebut, jadi dia memiliki hak atas rumah tersebut walau tak sepeserpun dia mengeluarkan biaya untuk pembangungan rumah tempat ia di besarkan...

Hasil dari gugatannya.... pengadilan Agama memutuskan beberapa point yang diantaranya bahwa:

1. Tanah merupakan harta bawaan dari Ayah si Agus
2. Rumah merupakan harta bersama
3. Toko yang berdiri di atas tanah harta bawaan harus dibongkar

Toko tersebut adalah milik saya... yang saya bangun setelah akad jual beli dengan ayahnya si Agus di tahun 2006... yang jadi pertanyaan saya kenapa "toko yang sudah saya bangun harus dibongkar, padahal toko tersebut berdiri di atas tanah bawaan dari Ayahnya si Agus yang telah diputuskan oleh pengadilan ?"

Putusan ini sudah merupakan hasil naik banding ke tingkat pengadilan tinggi.yang sebelum naik banding diputuskan bahwa :

1. Tanah dan rumah merupakan harta bersama
Terima kasih atas bantuannyasemoga amal dan bantuan bapak di ridhoi oleh Allah SWT, dan beroleh berkah.. Amieen


JAWAB :

Terima kasih telah menghubungi saya .....

Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1960 tentang PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA menyatakan sebagai berikut : "Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama".

Oleh karena hukum agraria yang berlaku adalah hukum adat maka baik sistem, azas, konsepsi, maupun lembaga-lembaga hukum harus merujuk dan berdasarkan pada hukum adat. Salah satu azas dalam hukum adat yang dikenal dengan istilah "Azas Pemisahan Horizontal", bermakna adanya pemisahan antara tanah dengan benda-benda yang ada di atasnya, seperti bangunan, tanaman dan sebagainya. Konsekuensinya dalam hal kepemilikan adalah hak kepemilkan atas tanah tidak serta merta meliputi benda-benda yang ada di atasnya, boleh jadi pemilik tanah dengan pemilik bangunan dan/atau tanaman yang berada di atas tanah tersebut merupakan orang yang berbeda. Hal ini dimungkinkan karena adanya hubungan hukum tertentu antara pemilik tanah dengan pemilik bangunan dan/atau tanaman yang dimaksud, misalnya antara pemilik tanah dengan pihak lain ada hubungan sewa menyewa atau pinjam pakai.

Dalam kasus yang Ibu hadapi, meskipun Ayah si Agus sudah menjual/ mengalihkan hak atas tanah bawaannya tersebut kepada Ibu tidak berarti hak atas Bangunan ikut terjual, terkecuali dalam transaksi jual beli tersebut (mohon lihat dan dicermati akta jual beli tanah ybs) secara tegas disebutkan bahwa pemilik menjual tanah sekaligus bangunan di atasnya.

Jika, dalam akta jual beli pada pokoknya hanya menyatakan penjual (ayah si Agus) hanya menjual tanah tsb, maka Putusan Pengadilan Tinggi Agama sudah tepat karena telah mempertimbangkan asas horisontal pertanahan dalam putusannya.

Jika, ternyata dalam akta jual beli disebutkan secara tegas bahwa penjual menjual sebidang tanah berikut hak-hak bangunan yang ada di atasnya, maka jelas Putusan Pengadilan Tinggi Agama telah salah menerapkan hukum mengingat tanah tersebut merupakan harta bawaan Ayah si Agus yang artinya secara hukum, Ayah si Agus berhak secara penuh mengalihkan haknya atas tanah tersebut kepada pihak siapa pun. Untuk itu, Ibu bisa melakukan upaya Kasasi atas putusan tersebut.

Komentar

Postingan Populer