loading...

korban penggelapan - supplier - penyidikan = kog saya yang rugi ?

Saya adalah pemilik suatu grosir toko handphone, belakangan ini saya tersandung masalah akibat ada downline / bakul saya yang menggelapkan barang saya dalam jumlah besar, dan tersangka kabur... Yang jadi masalah saya harus bertanggungjawab membayar semua tanggungan orderan kepada supplier ∂ï mana saya tidak mampu membayarkannya... Saya sudah melaporkan tersangka ke polres, akan tetapi penanganannya saya rasa terlalu lambat, sementara saya setiap hari ∂ï tagih oleh para supplier... Saya sudah melakukan pengembalian barang kepada para supplier, dan saya sudah mengadakan cicilan 1 kepada para supplier..

Yang saya tanyakan :

1. Apakah saya sebagai korban bisa ∂ï kenakan pasal pidana? Mengingat saya adalah korban penggelapan dan saya sudah mengembalikan barang kepada mereka secara terbuka dan telah melakukan pembayaran cicilan 1

2. Karena saya sudah tidak mampu lagi membayar untuk cicilan berikutnya sebelum pelaku tertangkap, apakah saya bisa terkena pasal pidana, ataukah pasal perdata?

3. Barang yang saya jual ke tersangka, ternyata juga ∂ï ambil oleh supplier mengingat saya order ke supplier setelah saya cek nomor imeinya adalah barang yang "pernah" saya jual ke tersangka, apakah para supplier bisa ∂ï kategorikan sebagai penadah?

4. Jika tersangka belum ∂ï ketemukan, apakah bisa ∂ï lakukan penyelidikan terbalik mata rantai dari supplier yang terakhir dengan tuduhan penadahan, mengingat ada bukti nota orderan dengan nomor imei yang sama beberapa hari sebelumnya saya jual ke tersangka, kemudian barang kembali lagi lewat order dari supplier?

5. Langkah apa yang harus saya lakukan untuk menyelidiki kasus tersangka dan mencari tersangka, apabila dari polres tidak ada tindakan yang signifikan, apakah bisa lapor lewat polda?

6. Apakah polisi bisa menyelidiki arus transfer yang ∂ï gunakan tersangka, dan merunut ke mana saja jaringan dari lingkaran setan barang tadahannya?



Jawab : 

Terima kasih telah menghubungi saya .. 

1) Dilihat dari alurnya, asumsi saya sepertinya terlalu jauh jika Anda dikenakan pasal pidana dalam permasalahan yang disampaikan, terkecuali memang ada peran Anda secara signifikan dalam masalah tersebut sperti ikut membantu atau sebagai pihak yang menyuruh.

2) Saya tidak tahu persis hubungan anda dengan supplier, namun secara umum biasanya supplier hanya mempunyai hubungan dengan 1 (satu) pihak, yang mungkin dalam hal ini adalah Anda. Karena anda yang memiliki hubungan hukum dengan supplier, tentunya anda yang berkewajiban untuk membayar atau melunasi tagihan supplier tsb. Sementara, pelaku, karena tidak memiliki hubungan hukum dengan supplier, tentunya tidak memiliki kewajiban secara langsung kepada supplier. 

Segala bentuk dan macam sanksi sangat tergantung pada bentuk hubungan hukum yang anda jalanin dengan suplier tersebut, apakah hubungan anda sebelumnya telah terjalin dalam perjanjian keagenan atau hanya sistem konsiyansi. Kalau keagenan, tentunya dapat diarahkan ke perdata, tetapi kalau bentuknya adalah konsiyansi ? rasanya, bisa saja supplier menuntut anda dalam bentuk pidana

3) Ada 2 kategori seorang dapat dikatakan sebagai penadah kejahatan yakni : 

a. orang yang bersekongkol membeli, menyewa dsb barang yang diketahui atau patut disangka dari kejahatan, 

b. orang yang menjual, menukar, menggadaikan dengan maksud mendapat untung dari barang yang diketahui atau yang patut disangkanya dari kejahatan.

Berdasarkan kategori "penadah", kiranya dapat dipahami bahwasanya, unsur utama seorang bisa dikatakan sebagai "penadah" adalah, apakah orang tersebut tahu atau tidak bahwa barang yang ada padanya merupakan barang hasil kejahatan ? kemudian harus diketahui pula, apakah orang tersebut memiliki indikasi "bersekongkol" dengan pelaku, seperti sudah memiliki hubungan pertemanan/ mengenal antara keduanya sebelumnya 

Berdasarkan uraian kategori beserta unsur penadah sebagaimana dimaksud di atas, jika supplier tersebut memenuhi kesemuanya, tentu saja ia dapat dikategorikan sebagai penadah.

4) Penyidikan merupakan kewenangan penuh penyidik. Tidak ada satupun orang diluar penyidik yang dapat mempengaruhinya. Terkait dengan subtansi pertanyaan point 4, kesemuanya tergantung pada kewenangan dan metode penyidikan yang digunakan oleh penyidik. Secara teori, bisa saja dilakukan dalam penyidikan

5) Suatu perkara tindak pidana hanya dapat dilaporkan 1 (satu) kali, jika dilakukan lebih dari satu laporan, tentunya berpotensi melanggar azas nebis in idem. Saran saya sebaiknya anda terus memantau perkembangan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik, jika penyidikan terkesan lambat dan tidak memuaskan Anda sebagai pelapor, Anda dapat meminta penjelasan langsung dari atasan penyidik itu. 

6) Sangat mungkin untuk dilakukan, namun seperti yang telah disampaikan dalam jawaban point 4, kesemuanya berpulang pada kewenangan dan metode penyidikan yang digunakan oleh penyidik. Sebagai pelapor, yang bisa dilakukan hanyalah memantau perkembangan penyidikan. 

Komentar

Postingan Populer