loading...

Mewakili Ahli waris yang berhalangan karena sakit

Nenek kami yang sudah meninggal memiliki 2 orang ahli waris. Ahli waris Pertama adalah ayah kami dan Ahli Waris kedua adalah Saudara kandung ayah kami dan keduanya masih hidup. Namun Ahli Waris Pertama dalam keadaan sakit dan memiki kesulitan dalam berkomunikasi. Nenek meninggalkan warisan yaitu 3 bidang tanah. Tanah warisan tersebut belum pernah dibuatkan surat yang memiliki kekuatan hukum. Sewaktu masih hidup, sebagai pewaris nenek pernah mengamanatkan pembagian tanah warisan tersebut hanya secara lisan kepada kedua ahli waris disaksikan saudara-saudara dan kerabat yang lain. Setelah Pewaris meninggal dunia, Ahli Waris kedua sudah menguasai seluruh 3 bidang tanah warisan tersebut sementara Ahli Waris pertama ketika itu berdomisili di luar daerah. Ketika Pulang dari perantauan, Ahli Waris Kedua sudah mendirikan bangunan di masing-masing 2 bidang tanah warisan tersebut dan menguasai hasil tanah berupa kebun karet di sebidang tanah yang lain serta menebang dan menjual sebagian kayu dari kebun tersebut. Sehingga sebagai Ahli waris Pertama Ayah kami menjadi pihak yang dirugikan.

Yang kami tanyakan:
  1. secara hukum, dari tanah warisan tersebut bagaimanakah yang seharusnya menjadi hak Ahli waris Pertama yaitu ayah kami.
  2. berhubung Ahli Waris Pertama yaitu ayah kami dalam keadaan sakit, apakah kami sebagai anak dari Ahli waris pertama yang merasa dirugikan bisa menjadi penggugat untuk menggugat bagian yang menjadi hak ayah kami yang juga ahli waris?
  3. apakah saran untuk kami ketika mengajukan gugatan untuk menununtut hak yang menjadi hak ayah kami dan seberapa kuat dasar kami dari segi hukum sehingga kami dapat merebut kembali hak ayah kami yang sudah diseroboot saudara kandungnya tsb?

Demikian saja yang kami konsultsaikan, terimakasih atas perhatiannya.

JAWAB

Terima kasih telah menghubungi saya ... 

Oleh karena si Nenek hanya meninggalkan 2 (dua) orang anak, maka tentunya kedua anak tersebut secara bersama-sama menjadi Ahli waris dari si Nenek. 

Meskipun si nenek telah mengamanatkan pembagian waris secara lisan kepada kedua ahli warisnya tersebut, aturan hukum tetap mensyaratkan untuk pembagian waris terlebih dahulu ditetapkan secara hukum siapa-siapa saja yang dinyatakan berhak menjadi ahli waris. 

Pasal 833 KUHPerdata menegaskan, "Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak miik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal. Bila ada perselisihan tentang siapa yang berhak menjadi ahli waris, dan dengan demikian berhak memperoleh hak milik seperti tersebut di atas, maka Hakim dapat memerintahkan agar semua harta peninggalan itu ditaruh lebih dahulu dalam penyimpanan Pengadilan. Negara harus berusaha agar dirinya ditempatkan pada kedudukan besit oleh Hakim, dan berkewajiban untuk memerintahkan penyegelan harta peninggalan itu, dan memerintahkan pembuatan perincian harta itu, dalam bentuk yang ditetapkan untuk penerimaan warisan dengan hak istimewa akan pemerincian harta, dengan ancaman untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga".

Berdasarkan ketentuan Pasal 833 KUHPerdata diatas, Penetapan seseorang sebagai ahli waris secara hukum sangatlah penting sebagai bukti otentik keabsahan seorang ahli waris atas harta peninggalan almarhum. Dengan adanya penetapan hukum sebagai ahli waris, maka orang tersebut memiliki alas hukum yang kuat supaya orang lain yang menguasai harta peninggalan menyerahkan harta tersebut kepadanya. Hal ini sebagaimana dimaksud dan diatur Pasal 834 KUHPerdata yang pada pokoknya menyatakan, "Ahli waris berhak mengajukan gugatan untuk memperoleh warisannya terhadap semua orang yang memegang besit atas seluruh atau sebagian warisan itu dengan alas hak ataupun tanpa alas hak, demikian pula terhadap mereka yang dengan licik telah menghentikan besitnya. Dia boleh mengajukan gugatan itu untuk seluruh warisan bila ia adalah satu-satunya ahli waris, atau hanya untuk sebagian bila ada ahli waris lain. Gugatan itu bertujuan untuk menuntut supaya diserahkan apa saja yang dengan alas hak apa pun ada dalam warisan itu, beserta segala penghasilan, pendapatan dan ganti rugi".

Jadi, guna memberi kedudukan hukum yang kuat atas Ayah Anda sebagai Ahli waris, sebaiknya terlebih dahulu menguruskan penetapan ahli waris ke Pengadilan Negeri (jika si Nenek beragama selain Islam) atau Pengadilan Agama (jika si Nenek beragama Islam).

Bahwa kemudian pada kenyataannya Ayah Anda sebagai ahli waris dalam kondisi sakit dan sulit berkomunikasi, maka Anda sebaiknya mengurus penetapan pengampuan Ayah Anda tersebut kepada Pengadilan Negeri. 

Pengampuan bagi orang yang berhalangan karena sakit dimungkinkan sebagaimana diatur dalam Pasal 434 KUHPerdata alinea ke-empat yang menyatakan, “Barang siapa karena lemah akal pikirannya, merasa tidak cakap mengurus kepentingan sendiri dengan baik, dapat minta pengampuan bagi dirinya sendiri”. Dalam Pasal selanjutnya, yakni 445. Bila pengampuan diminta sehubungan dengan alinea keempat Pasal 434, Pengadilan Negeri mendengar para keluarga sedarah atau semenda dart, sendiri atau dengan wakilnya,, suami atau isterinya yang meminta, sekiranya masih berada di Indonesia".
Dengan ditetapkannya ayah anda dibawah pengampuan maka selanjutnya Anda dapat bertindak untuk dan atas nama Ayah Anda untuk mengajukan gugatan pembagian waris. 

Komentar

Postingan Populer