loading...

Pengalihan Tuntutan Kepada Ahli Waris


Ass.WW
Yth Pak Wahyu

Pertama saya ucapkan terima kasih atas tersedianya wadah untuk konsultasi hukum ini. Pak Wahyu saya langsung saja persoalan yang saya hadapi saat ini.

Pada pertengahan tahun 2009, terjadi pencurian buah sawit pada kebun sawit peninggalan orang tua saya (Alm), meninggal tahun 2003. Pencurinya dapat ditangkap dan diajukan ke pengadilan, hasilnya pencuri dan penadah hasil curian dijatuhi hukuman oleh pengadilan.

setelah mereka keluar dibebasakan (krn dihukum 3 bulan penjara) mereka rencana mau menuntut balik dengan alasan :

Orang tua saya pernah menjual tanah kepada mereka (kepada 2 orang/ 2 surat) saat ayah saya menjabat sebagai Lurah. Mereka menganggap tanah kebun sawit itu adalah tanah tersebut.

faktanya adalah
1. surat yg ada pada mereka, sipenjualnya bukan nama ayah saya dan ayah saya tandatangan sebagai lurah saja. sipenjual orang lain.
2. setelah dicek peta lokasi pada surat tanah yang ada pada mereka tidak sama dengan lokasi tanah kebun sawit tersebut. (sudah dicek dengan pihak staf lurah dan anggota kepolisian)
3.pada surat tanah yang mereka punya tanggal pembelian sudah lama sekali saat ayah saya menjabat sebagai lurah. Anehnya mereka tidak pernah datang saat bapak saya masih hidup baik masih sebagai lurah maupun setelah pensiun sampai meninggal dunia. Kurang lebih 6 tahun setelah ayah saya meninggal baru mereka mempermasalahkan tanah tersebut.

pertanyaan saya adalah:
1. apakah mereka bisa menuntut ayah saya (alm)?, yang dianggap sebagi penjual tanah sedangkan disurat tanah tersebut tertulis penjualnya bukan nama ayah saya?, dengan alasana sipenjual (yang tertulis didalam surat tanah tersebut) mengaku kalau ayah saya yang menjual tanah tersebut.
2. Dalam pengadilan, mana yang lebih kuat bukti tertulis (surat) dibandingkan bukti berdasarkan saksi. disurat jelas penjual bukan ayah saya.
3. pada hukum yang berlaku. Apakah tuntutan yang ditujukan kepada orang tuanya(alm), karena sudah alm maka tuntutan tersebut bisa di tujukan ke anaknya walaupun anaknya tidak tahu persis permsalahannya.
4. jika terbukti ayah saya bukan penjualnya maka saya sebagai anaknya, apakah bisa menuntut balik?. (pencemaran nama baik). pasal-pasal berapa saja yang bisa menjerat mereka?

demikainlah, mohon bantuan Pak Wahyu untuk masukan dan arahan dalam bidang hukum yang berhubungan dengan permasalahan saya ini, terima kasih.

wass,
Kn

JAWAB :

1) Sayang Anda tidak menyebutkan dasar surat jual beli yang diklaim menjadi alas hak menuntut mereka. Namun demikian, bisa saya sampaikan aturan-aturan hukum seseorang dapat mengklaim hak atas sebidang tanah sebagai berikut : Pasal 23 dan Pasal 24 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 menyatakan bahwasanya hak atas tanah baru dibuktikan dengan:

1) penetapan pemberian hak dari Pajabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah Negara atau tanah hak pengelolaan;

2) a. asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik;
b. hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan oleh Pejabat yang berwenang;
c. tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf;
d. hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan;

e. pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan.


Dalam hal Pembuktian Hak Lama yakni bukti hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama harus dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.
Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian pembuktian hak atas tanah dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut, dengan syarat:

a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah,
b. diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya;

Jadi, berdasarkan uraian di atas, jika mereka hanya mengklaim berdasarkan surat jual beli, tentunya alas klaim mereka belum cukup kuat mengingat untuk peralihan hak atas tanah tidak cukup berdasarkan surat jual beli. Perlu diketahui, Sifat dari jual beli adalah riil, terang dan kontan. Riil artinya jual beli tersebut benar-benar dilakukan oleh kedua belah pihak yang mempunyai hak atas tanah tersebut. Terang artinya jual beli tersebut dilakukan tidak dengan sembunyi dan harus dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang dan disaksikan oleh saksi yang memenuhi syarat. Kontan artinya dengan pembayaran tanah tersebut pemindahan hak atas tanah sudah berpindah dari pihak penjual kepada pihak pembeli.


Artinya, dalam hal ternyata jual beli tersebut tidak memenuhi sifat jual beli sebagaimana diuraikan diatas, tidak berarti telah terjadi peralihan hak kepemilikan atas sebidang tanah tersebut, apalagi ternyata, seperti uraian anda, dalam surat jual beli atas bidang tanah tersebut, Ayah Anda hanya bertindak selaku lurah yang kemungkinan besar, asumsi saya, Ayah Anda hanya bertindak selaku saksi atas jual beli bidang tanah tersebut.


2) Dalam hukum, semua alat-alat bukti memiliki kekuatan hukum yang sama sepanjang memenuhi kaedah-kaedah hukum yang telah ditentukan. Jadi, kita tidak bisa mengukur kekuatan masing-masing alat pembuktian secara terpisah karena satu alat bukti pun belum tentu menunjukkan dan mampu membuat kenyakinan hakim atas pembuktian dalil-dalil Anda. Artinya dalam hal ini, tetap Anda harus mengupayakan secara maksimal alat-alat pembuktian yang ada. Hal ini sebagaimana ditegaskan Pasal 1865 KUHPerdata yang menegaskan bahwasanya setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu.

Pasal 1866 KUHPerdata mengatur bahwasanya Alat pembuktian meliputi:

- bukti tertulis;
- bukti saksi;
- persangkaan;
- pengakuan;
- sumpah.


Pasal 1888 KUHPerdata menegaskan bahwasanya kekuatan pembuktian dengan suatu tulisan terletak pada akta aslinya. Bila akta yang asli ada, maka salinan serta kutipan hanyalah dapat dipercaya sepanjang salinan serta kutipan itu sesuai dengan aslinya yang senantiasa dapat diperintahkan untuk ditunjukkan.


Pasal 1902 KUHPerdata menyatakan, dalam hal undang-undang memerintahkan pembuktian dengan tulisan, diperkenankan pembuktian dengan saksi, bila ada suatu bukti permulaan tertulis, kecuali jika tiap pembuktian tidak diperkenankan selain dengan tulisan. Yang dinamakan bukti permulaan tertulis ialah segala akta tertulis yang berasal dari orang yang terhadapnya suatu tuntutan diajukan atau dari orang yang diwakili olehnya, dan yang kiranya membenarkan adanya peristiwa hukum yang diajukan oleh seseorang sebagai dasar tuntutan itu.

Dalam 1905 KUHPerdata dinyatakan, Keterangan seorang saksi saja tanpa alat pembuktian lain, dalam Pengadilan tidak boleh dipercaya.


3) Tuntutan kepada seseorang bisa beralih ditujukan kepada ahli warisnya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1083 KUHPerdata yang menegaskan, Tiap-tiap ahli waris dianggap langsung menggantikan pewaris dalam hal memiliki barang-barang yang diperolehnya dengan pembagian.

4) Bisa saja. Ahli waris bisa menggugat balik dengan dalih penghinaan kepada si pelaku. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur Pasal 1372 jo. Pasal 1375 KUHPerdata yang pada pokoknya menyatakan, Tuntutan perdata tentang hal penghinaan diajukan untuk memperoleh penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik. Tuntutan-tuntutan dapat juga diajukan oleh suami atau isteri, orangtua, kakek nenek, anak dan cucu, karena penghinaan yang dilakukan terhadap isteri atau suami, anak, cucu, orangtua dan kakek nenek mereka, setelah orang-orang yang bersangkutan meninggal.

Komentar

Postingan Populer