loading...

KONSUMEN VS DEVELOPER


Perkenalkan, nama saya AH. Saya seorang pegawai swasta di Surabaya. Saya sedang mempunyai masalah dengan developer tempat saya membeli rumah, sehingga saya memerlukan saran dari Bapak.

Bulan Desember 2007, saya melakukan transaksi pembelian rumah dari PT. KBP di PGE (lokasi di Daerah X). Rumah yang saya beli type 70/135 seharga Rp. 143,5 juta. DP sudah saya lunasi pada akhir Januari 2008 sebesar 15jt. Dana untuk pembayaran BPHTB, AJB, BBN, PBB sebesar 6,625 juta juga sudah saya lunasi pada awal Mei 2008.Tanggal 26 Mei 2008 kemarin saya berniat melakukan penanda-tanganan AJB (realisasi). Sebelum berangkat ke notaris, firasat saya kok nggak enak, sehingga saya ke lokasi melihat kondisi rumah yang akan saya beli.

Betapa kagetnya saya saat itu, melihat beberapa rumah yang sebelumnya belum dihuni, sekarang sudah dihuni tetapi dengan kondisi listrik yang memprihatinkan. Listrik rumah ternyata belum ada meteran, tetapi langsung diambilkan dari kabel yang ketika saya usut asalnya, ternyata "menyalur" dari Kantor Pemasaran. Setelah saya tanyakan ke warga, ternyata dari pihak Developer menyatakan bahwa PLN tidak mampu menyediakan meteran meski rumah telah didaftarkan, sehingga warga terpaksa harus "menyalur" untuk mendapatkan listrik tersebut sampai meteran listrik terpasang. Kira-kira waktu pemasangan membutuhkan waktu 4 bulan.

Sebagai orang yang sedikit paham soal instalasi listrik, saya tentu saja khawatir dengan kondisi ini. Yang saya khawatirkan adalah aspek legalitas dan aspek keamanan bangunan atas tindakan instalasi tersebut.

Kemudian saya bertanya ke pihak Developer dan penandatanganan AJB saya pending terlebih dahulu. Saya tanyakan, "Sudah berapa lama terjadi masalah listrik seperti ini?" Jawab marketingnya : "Sudah 2 tahun-an pak?" Kontan saya kaget : "Hah, 2 tahun? Berarti pada waktu saya transaksi kemarin di bulan Desember, anda sudah tahu masalah ini tetapi tidak memberitahu saya?" Jawab Marketingnya "Bapak kan nggak nanya. Selain itu, soal waktu instalasi listrik sudah tertulis di surat pesanan rumah yang bapak tanda-tangani bahwa hal tersebut tergantung instansi yang bersangkutan". Memang betul ada pasal tersebut dalam Surat Pesanan Rumah, tetapi saya tidak menyangka bahwa waktu pemasangan meteran listrik sampai 4 bulan dari jangka waktu realisasi.Saya rasanya geram sekali dengan marketingnya. Duit saya sudah masuk 21,625 juta dan dia dengan entengnya menjawab : "Bapak nggak nanya". Dimana tanggung jawab moralnya sebagai manusia kepada manusia yang lain.



Dalam kebingungan saya antara membatalkan rumah atau tidak, Developer berlindung dibalik aturan yang ditulis dibalik Surat Pesanan Rumah yang isinya " Waktu pelaksanaan Instalasi air dan Listrik tergantung Instansi yang bersangkutan." Jadi jika saya membatalkan, maka saya dianggap membatalkan sepihak dan dana saya hanya akan dikembalikan sebesar (kira-kira) 4 juta, dari 21,625 juta yang sudah saya setorkan. (Dipotong 7,5% dari nilai jual rumah, biaya BPHTB, AJB, dan PBB tidak bisa dikembalikan).Saya bilang ke developer bahwa saya akan menempati rumah tersebut akhir bulan Juni ini dan itu "harus hukumnya", mengingat istri saya sudah terlanjur mengajukan resign di kantornya per akhir Juni dan kontrak rumah saya di kota lain sudah habis akhir bulan Juni ini. Pihak developer hanya menjanjikan, untuk sementara waktu sampai meteran listrik terpasang, mereka sanggup menyalurkan listrik yang "besarnya" hanya cukup untuk lampu dan TV sampai meter terpasang. Saya terus terang langsung protes, karena menurut perjanjian jual beli, rumah yang saya beli listriknya sebesar 1300 Watt. Saya tidak beli "Pos Ronda" yang hanya dilengkapi satu TV dan satu lampu. Pada akhirnya, setelah bernegosiasi, saya bisa mendapatkan share listrik 1300 watt untuk dipakai di 2 rumah, kantor pemasaran proyek dan rumah saya. Itu pun saya sudah berjanji bahwa saya bersedia membayar di muka untuk pemakaian listrik selama satu bulan, sebagai bukti komitmen dan itikad baik saya selaku konsumen yang patuh hukum.Karena saya merasa hak-hak saya sebagai Konsumen terinjak-injak dan saya merasa perlu memberikan "pembelajaran hukum" terhadap developer tersebut (untuk menunjukkan bahwa tidak semua konsumen itu "bodoh" sehingga mau saja menanda-tangani surat yang isinya tidak sesuai kenyataan dan buta hukum), dan saya sendiri memerlukan perlindungan hukum atas hak-hak saya sebagai konsumen, maka saya berinisiatif untuk membuat perjanjian tertulis antara saya dengan Developer yang di-sahkan notaris, yang intinya isinya sbb :



Pihak kesatu = Developer / PT. KBP
Pihak kedua = Saya selaku konsumen



1. Pihak kedua memberikan waktu selama maksimal 2 bulan kepada pihak kesatu sejak di-tanda-tanganinya surat ini untuk merealisasikan pemasangan meteran PLN di rumah pihak kedua.

2. Jika dalam waktu dua bulan tersebut pihak kesatu gagal memenuhi kewajibannya untuk memasang meter di rumah pihak kedua, maka pihak kedua berhak menerima kompensasi secara tunai sebesar satu per mil dari harga transaksi rumah sesuai AJB untuk setiap satu hari keterlambatan dari yang sudah dijadwalkan.

3. Selama meteran listrik belum terpasang, Pihak Kesatu wajib menyediakan listrik dengan jalan apapun juga kepada pihak kedua sejumlah minimal 450 Watt selama 7 x 24 jam seminggu, dari mulai proses Serah Terima Kunci sampai dengan meter terpasang dari PLN. Segala biaya yang timbul atas instalasi ini menjadi tanggungan pihak kesatu.




4. Jika terjadi pemutusan aliran listrik dengan alasan apapun juga, maka pihak kesatu wajib menyediakan listrik backup dengan jalan apapun juga untuk pihak kedua dalam kurun waktu 1 x 12 jam sejak padamnya aliran listrik. Segala biaya yang timbul atas instalasi ini menjadi tanggungan pihak kesatu.



5. Jika listrik backup yang disediakan sesuai poin 4 diatas adalah dari genset, maka biaya pembelian BBM untuk genset tersebut selama waktu backup menjadi tanggungan pihak kesatu.6. Jika dalam kurun waktu lebih dari 1x12 jam sejak padamnya listrik, pihak kesatu tidak mampu menyediakan listrik backup untuk pihak kedua, maka pihak kedua berhak menerima kompensasi secara tunai sebesar satu per mil dari harga transaksi rumah sesuai AJB untuk setiap satu hari keterlambatan tersebut diatas.



7. Atas disediakannya listrik untuk pihak kedua oleh pihak kesatu, maka pihak kedua wajib membayar biaya bulanan kepada pihak kesatu sesuai harga pasar yang berlaku untuk listrik tersebut.



8. Dengan disediakannya listrik sesuai poin 3 dan 4, pihak kesatu menjamin keamanan instalasi listrik tersebut. Semua resiko yang timbul atas poin 3 dan 4 menjadi tanggung jawab pihak kesatu, termasuk jika diantaranya terjadi sesuatu denda oleh pihak lain terhadap hal-hal tersebut, atau terjadi kebakaran atau kecelakaan yang ternyata setelah dibuktikan dengan penyelidikan oleh pihak yang berwenang adalah memang terjadi atas unsur kelalaian pihak kesatu.



9. Selama meteran belum terpasang, pihak kedua berhak menahan dana pihak kesatu sebesar lima juta rupiah sebagai jaminan atas belum terpasangnya meteran listrik tersebut. Dana ini akan dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak kesatu dalam waktu paling lambat 1x24 jam setelah meteran listrik terpasang.



10. Perjanjian ini batal demi hukum jika terjadi Force Majeure seperti peperangan, huru-hara, dan bencana alam.



11. Biaya notaris atas perjanjian ini dibayar oleh pihak kesatu.Demikian kira-kira inti isi Draft Surat Perjanjian yang saya ajukan terhadap pihak Developer mengenai listrik. Logika saya, jika developer mempunyai itikad baik dan seperti yang dikatakn mereka bahwa listrik pasti terpasang, dan mereka berkata bahwa tidak akan ada masalah dengan penyaluran listrik ini, saya berpikir tentu mereka akan setuju dengan perjanjian tersebut.



Tanggal 3 Juni 2008 siang (sekitar jam 14.30), manager mereka, Bp. B, sudah menyatakan OK dengan isi perjanjian saya dan mengatakan bahwa segera akan dibahas dengan notaris.



Tiba-tiba sekitar jam 15.30, dia menelepon saya dan mengatakan bahwa Developer sebagai BADAN HUKUM keberatan dengan isi perjanjian tersebut, karena mereka merasa bahwa perbuatan "menyalurkan listrik" adalah perbuatan melawan hukum, sehingga mereka tidak berani membuat perjanjian tersebut.



Maka saya katakan kepada mereka : "Nah, dari awal saya bilang kepada anda, saya membeli rumah ini secara legal, semua pajak-pajaknya saya bayar, makanya saya katakan, kalau saya juga tidak mau diajak berbuat ilegal. Saya kan bilang, kalau kita sama-sama nggak mau berbuat ilegal, mari kita batalkan transaksi, dana saya anda kembalikan semuanya, sehingga saya bisa tenang mencari rumah yang sudah tersedia listriknya. Sekarang anda tidak mau membuat perjanjian dengan saya, anda mau saya batal, dan anda potong uang saya. Logika mana yang mengijinkan saya mengiyakan maunya anda?" . Mereka bersikeras bahwa selama ini hal tersebut aman-aman saja, sehingga nggak perlu khawatir ada razia.



Pertanyaan saya, "Siapa yang bisa menjamin bahwa 1 hari lagi, 1 minggu lagi, 1 bulan lagi, atau 2 bulan lagi tidak ada razia? Bagaimana jika tiba-tiba ada razia, saya di-denda, listrik diputus, bagaimana saya bisa hidup tanpa listrik? Dan apakah saya cukup gila membeli rumah tanpa listrik?"

Bp. B sebagai Manager bersikeras bahwa tidak akan terjadi hal tersebut. Dia juga mencoba menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Bahkan dia sendiri sanggup menjamin secara pribadi, dia yang tanda-tangan, bukan Developer.

Tentu saja saya keberatan, saya transaksi jual-beli dengan developer, tetapi masalah listrik saya perjanjian dengan dia sebagai pribadi, mana mungkin dan mana nyambung? Kalau saya paksakan, apa saya nanti tidak terlihat bodoh di depan polisi / pengadilan karena mau saja membikin perjanjian yang nggak nyambung?



Sekarang saya berencana membuat laporan polisi atas hal ini, dengan tujuan yang simple, saya mau mereka mengembalikan semua dana yang telah saya bayarkan tanpa potongan sepeserpun, karena memang saya memerlukan dana tersebut untuk mencari rumah baru. Rencananya akan saya pidanakan dengan tuduhan Penipuan dan Pemerasan.

Untuk pengaduan tindak Penipuan, unsurnya adalah :

Tidak ada penjelasan informasi mengenai lamanya pemasangan meteran listrik di awal transaksi. Jawaban pihak marketing yang mengatakan "Bapak Nggak Nanya" sudah saya anggap memenuhi unsur jebakan kepada konsumen. Lagipula uang muka saya sudah lunas per Pebruari 2008, mengapa rumah saya tidak segera didaftarkan untuk mendapatkan meteran listrik ke PLN, tetapi menunggu saya selesai tanda-tangan AJB pada saat realisasi dan menunggu dana saya masuk ke mereka? Saya merasa dirugikan atas cara kerja mereka.Pihak developer beralasan, jika listrik terpasang dulu, siapa yang akan membayar biaya abonemen bulanannya? Sebuah logika yang konyol dan gila dari kacamata konsumen. Karena developer tidak mau merugi biaya abonemen bulanan, konsumen harus rela menunggu lama setelah membayar dana realisasi. Padahal konsumen telah membayar lunas rumah (yang tentunya termasuk harga listrik), tetapi tidak bisa menikmati listrik yang menurut saya adakah salah satu kebutuhan vital. Jelas-jelas developer hanya mau enaknya sendiri dalam hal ini.

Tidak ada itikad baik dari pihak developer untuk membuat perjanjian mengenai hal ini di depan notaris bersama saya. Logika saya, jika mereka yakin listrik terpasang dan tidak akan ada pemutusan aliran listrik selama proses saya menunggu meteran listrik terpasang, mengapa mereka tidak mau saya ajak ke Notaris? Apa yang ditakutkan mereka? Dari sini sudah terlihat jelas bahwa Developer sudah membuktikan bahwa mereka sudah wanprestasi terhadap saya.

Dari kedua hal diatas, saya anggap unsur penipuannya sudah masuk, sehingga bisa saya adukan ke Polisi.

Untuk pengaduan tindak Pemerasan, unsurnya adalah :

Dengan sengaja tidak mau diajak ke notaris, developer terkesan mengulur-ngulur waktu dan membiarkan saya dalam posisi "idle" sampai saya akhirnya saya menyerah, kemudian membatalkan secara sepihak yang berakibat hilangnya sebagian besar dana yang telah saya setorkan. Padahal saya memerlukan keputusan cepat dari mereka, ke Notaris atau batal sama sekali dan kembalikan uang saya semua, karena saya membutuhkan dana tersebut untuk segera mencari rumah baru yang bisa saya tempati akhir bulan ini.

Dari hal ini saya merasa seperti "dijebak" ke dalam perangkap mereka karena telah membayar sejumlah uang total 21,6 juta, yang mana jika saya mau menempati rumah, maka saya menempati rumah dengan daya yang lebih kecil dan tidak ada jaminan tertulis (hanya lisan yang tidak bisa dipercaya) apakah listrik sementara tersebut bisa dijamin tetap ada sampai meter terpasang, atau batal sama sekali dengan saya dipotong dana pembatalan rumah. Saya pikir, unsur pemerasan sudah masuk disini.Bercermin dari kasus kemenangan konsumen melawan Secure Parking dalam kasus kehilangan kendaraan di tempat parkir, pihak Secure Parking merasa "menang" karena di karcis parkir tertulis bahwa menurut PERDA, pihak pengelola parkir tidak bertanggung-jawab atas segala kerusakan dan kehilangan barang di tempat parkir, ternyata Putusan PT, PN, dan MA mengalahkan Secure Parking, karena asas keadilan mengatakan bahwa pihak pengelola parkir wajib menjaga titipan barang tersebut, maka saya rasa saya juga bisa menggunakan analogi ini di kasus saya. Meski saya telah menanda-tangani Surat Pesanan rumah yang salah satu poinnya adalah "Waktu Pemasangan listrik / air bergantung instansi yang bersangkutan", tetapi saya yakin bahwa di Pengadilan, UU Perlindungan Konsumen akan melindungi hak-hak saya. Karena secara logika, rumah yang dijual tanpa kepastian listrik yang terpasang kapan, apakah akah ada pembeli yang berminat terhadap rumah tersebut?



Menurut anda, bagaimana posisi saya jika saya teruskan masalah ini ke ranah hukum? Dimana saya bisa mendapatkan advokasi untuk masalah ini di Surabaya? Apakah posisi saya cukup kuat mengingat saya telah menandatangani Surat Pesanan Rumah yang didalamnya ada pasal yang berbunyi "Waktu Instalasi listrik tergantung instansi yang bersangkutan."




Tujuan utama saya membuat perjanjian di kantor notaris mengenai listrik ini memang sebagai pembelajaran hukum bagi developer bahwa konsumen mempunyai hak yang dilindungi undang-undang yang tidak bisa seenaknya dilanggar, supaya tidak terjadi kasus yang bermasalah lagi dikemudian hari.



Mohon tangapan secepatnya atas permasalahan saya, karena manager developer selalu mengulur-ulur waktu dengan mengatakan bahwa dia berani memberikan jaminan pribadi, tidak mau secara institusi, sedangkan saya harus segera "mengeluarkan" dana saya dari mereka untuk mencari rumah baru yang akan saya tempati bersama keluarga akhir bulan ini. Terima kasih.



Hormat saya,






Surabaya




JAWAB :




Secara hukum, menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, hak-hak anda selaku konsumen secara jelas dan tegas dilindungi oleh hukum. Posisi anda dalam masalah ini adalah jelas dan cukup kuat untuk menuntut PT. KBP mengingat hak – hak anda selaku konsumen telah dilanggar dan dirugikan oleh PT. KBP selaku developer yang notabene merupakan pelaku usaha.

Hak-hak anda selaku konsumen yang dilanggar oleh PT. KBP adalah hak – hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi barang, didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan, diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. (pasal 4 huruf b,c,d, g dan huruf h UU No. 8/99).

Secara hukum, pelanggaran yang dilakukan PT. KBP adalah tidak menjalankan kewajibannya selaku pelaku usaha untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa (Pasal 7 huruf b UU No. 8/ 99) dan telah menetapkan adanya klausul baku mengenai pengalihan tanggung jawab pelaku usaha yakni tentang "Waktu Pemasangan listrik / air bergantung instansi yang bersangkutan" (Pasal 18 huruf a UU No. 8/ 99). Atas keseluruhan tindakan pelanggaran dan merugikan anda selaku konsumen maka pimpinan atau para pengurus PT. KBP dapat dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Meskipun anda telah menandatangani Surat Pesanan Rumah yang didalamnya ada pasal yang berbunyi "Waktu Instalasi listrik tergantung instansi yang bersangkutan." Pecantuman klausul tersebut tidak dibenarkan oleh hukum karena, sesuai dengan keterangan anda, pihak PT. KBP sebelumnya tidak menginformasikan masalah tersebut kepada anda. Disinilah letak kesalahan developer tersebut.

Saya sampaikan kutipan isi Pasal 18 UU No. 8 / 99 :

Pasal 18
(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.
(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-undang ini.
Penyelesaian sengketa antara konsumen dan pelaku usaha dapat dilakukan dengan cara litigasi atau non litigasi. Litigasi yakni penyelesaian melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum sedangkan non litigasi adalah penyelesaian melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha seperti BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN atau LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT yang ada di kota anda.

Akibat dari kelalaian pelaku usaha memang tidak menutup adanya kemungkinan si konsumen yang dirugikan untuk menuntut secara pidana terhadap si Pelaku Usaha. Hanya saja, dalam masalah anda, saya tidak sependapat dengan rencana anda untuk menuntut secara pidana terhadap para pengurus PT. KBP dengan tuntutan penipuan dan pemerasan. Hal ini mengingat sesungguhnya letak permasalahan adalah “TIDAK ADANYA INFORMASI LEBIH LANJUT” antara developer dengan anda.

Penipuan dapat terjadi bilamana ada kegiatan membujuk (seperti menggunakan nama palsu atau keadaan palsu atau tipu muslihat atau perkataan bohong) dan menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak. Dalam masalah anda, sebagaimana yang anda sampaikan, saya tidak melihat adanya adanya unsur penipuan tersebut. Demikian pula dengan rencana tuntutan pidana pemerasan. Apakah anda mengalami pemaksaan pada waktu transaksi pembelian rumah tersebut ?

Menurut hemat saya, cukup anda menuntut PT. KBP tersebut dengan karena melanggar pasal 18 UU No. 8/ 99 karena dalam UU tersebut sudah ada mengatur sanksi pidananya disamping itu anda tetap dapat menuntutnya secara perdata.

Saya setuju dengan menganalogikan masalah anda dengan kasus secure parking karena memang kesalahan fatal dari PT. KBP adalah memuat klausul baku yang mengalihkan tanggung jawab kepada pihak ketiga. Dan tahukah anda kekurangan dari kasus secure parking tsb ? Secure parking tidak dituntut secara pidana. Menurut saya, seharusnya secure parking dituntut pula secara pidana agar kelak tercipta paradigma baru dikalangan pelaku usaha untuk lebih menghargai hak-hak konsumen.

Komentar

Postingan Populer