loading...

Sanksi Pidana dalam Keluhan konsumen melalui surat khabar


Selamat malam pak, saya ingin minta tolong tentang masalah saya karena tidak memiliki basic pendidikan hukum untuk bisa menjawab kasus yang sedang saya alami ini. 

Kasus saya:

Saya pernah ke sebuah restoran di dekat tempat tinggal saya yang merupakan resto yang sudah terkenal dan memiliki cabang dimana2, kebetulan cabang yang saya datangi ini cabang baru. Saya mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan saat itu dan melayangkan surat keluhan ke surat kabar lokal karena tidak menemukan no. kontak manager yang bisa dihubungi. 

Ketika akhirnya saya mendapat no.kontak pun ternyata salah sambung (bukan pemilik sebenarnya). karena surat keluhan sudah saya kirim ke redaksional sebelum  konfirmasi dari si pemilik nomor salah sambung, saya pun tidak dapat mengedit kata2 di surat saya. isi surat saya sbb (setelah diedit pihak surat kabar) :

"Saya ingin melayangkan unek-unek mengenai rumah makan LI. Singkatnya, saya pelanggan meja 16, pada tanggal 29 Desember 2012 kira-kira jam 20.00-21.00, dalam daftar pesanan meja saya terdapat pesanan dua ayam bakar. 

Pesanan yang lain seperti ayam goreng, nasi, sayur, dan minuman, sudah keluar dalam waktu kurang dari lima menit, namun ayam bakar tidak muncul walau sudah lewat 30 menit sejak pesanan yang lain datang. Saya sudah menegur karyawannya sebanyak tiga kali.

Awalnya saya berpikir positif karena ayam bakar pasti membutuhkan waktu yang lebih lama. Namun meja belakang saya (nomor 8) yang datang sekitar 30 menit setelah saya, ternyata mendapatkan ayam bakar pesanan mereka sebelum pesanan saya datang.

Akhirnya saya komplain langsung ke kasir, minta langsung bayar saja dan pulang. Namun tanpa minta maaf, mereka (kasir dan pelayan yang mengantar pesanan), mencoba menahan saya dengan langsung mengantarkan pesanan ayam bakar yang ’’lupa’’ mereka antarkan (entah nyasar dimana?).

Singkat kata, saya menyesalkan pelayanan dan perilaku karyawan sebuah resto besar yang sudah memiliki cabang dimana-mana ini. Pelayanan kurang memuaskan dan karyawan tidak respek ke pelanggan. Padahal setahu saya ada pepatah ’’pelanggan adalah raja’’. Atau mungkin istilah raja terlalu muluk-muluk dan tidak berlaku bagi rumah makan ini?

Awalnya saya bingung bagaimana cara melakukan komplain langsung ke pemilik/manajemen resotan, karena tidak terdapat nomor aduan pelanggan. Akhirnya saya mendapatkan nomor kontak yang mengaku sebagai pemilik restoran dan mencoba menghubungi beliau lewat SMS, bahkan meng-emailkan rician kronologi kejadian kepada beliau. Namun sudah hampir 2 x 24 jam berlalu, saya tidak mendapat respon apa pun, bahkan setelah saya SMS lagi untuk menanyakan apakah kasus saya sudah ditindaklanjuti.

Saran saya (jika pihak restoran mau menerima), sebaiknya cantumkan nomor aduan di semua restoran sehingga aduan ’’tidak penting” ini tidak sampai nyasar di surat kabar. "

Pertanyaan saya :

  1. apakah salah bagi saya melakukan keluhan melalui surat kabar seperti di atas?
  2. apakah salah saya bila tercantum kata2 saya telah menghubungi namun tidak ada balasan? karena saya juga baru dikonfirmasi salah sambung setelah mengirim surat ini ke koran. (sebelumnya saya dengan no. tsb sudah sms beberapa kali, sudah saya katakan nama resto dan lokasi resto, tapi yg punya no. baru konfirm salah sambung setelah 2 hari dari sms terakhir kami padahal sudah saya katakan nama resto sejelas2nya)
  3. apakah pihak resto memiliki landasan hukum yang kuat bila menggugat saya dengan ancaman pelanggaran atas pencemaran nama baik?



Sekian pertanyaan dan kisah saya. terima kasih pak atas responnya.


JAWAB : 


Terima kasih telah menghubungi saya ... 
Dalam hukum, sebenarnya surat khabar bukanlah media untuk menampung keluhan atau aduan konsumen. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah menetapkan bahwasanya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan atau Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga yang diberi hak untuk menerima, menampung dan menyelesaikan aduan/ keluhan konsumen atas pelayanan pelaku/ badan usaha.   

Oleh karena surat khabar bukanlah media untuk menerima keluhan atau aduan Konsumen maka tidak heran dalam hukum dan dalam praktek hukum Indonesia, ada beberapa kasus pidana yang terkait komplain/ keluhan suatu pelayanan badan/ pelaku usaha melalui surat pembaca yang dimuat di surat khabar, antara lain yang sempat menghebohkan adalah kasus Kho Seng Seng dan kasus Fifi Tanang. Mereka dijerat dengan pasal-pasal KUHP khususnya Bab XVI tentang Penghinaan dengan pasal sebagai berikut :

1. Pasal 310 ayat (1) KUHP tentang penistaan jo. pasal 310 ayat (2) KUHP tentang penistaan dengan tulisan;

 “Barangsiapa merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4500”

 “Kalau hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan kepada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat itu dihukum karena menista dengan tulisan dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4500”

2. Pasal 311 ayat (1) KUHP tentang memfitnah;

“Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tiada dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.”

Secara hukum, berdasarkan ketentuan Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, konsumen mempunyai hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. Namun demikian, Pelaku Usaha, berdasarkan ketentuan Pasal 6 UU No. 8 Tahun 1999 juga mempunyai hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik. Artinya, secara hukum pula, konsumen dan pelaku usaha mempunyai hak hukum yang sama. Ini berarti, bila konsumen berhak untuk menyampaikan keluhan maka pelaku usaha berhak pula untuk melindungi diri dan usahanya sekaligus meminta konsumen membuktikan keluhannya. Bila ternyata keluhan konsumen tidak benar, secara hukum, ada hak bagi pelaku usaha untuk melaporkan konsumen secara hukum. 

Memang mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari layanan pelaku usaha tidaklah menyenangkan, namun sebaiknya keluhan atau aduan atas pelayanan pelaku usaha diajukan melalui media yang telah ditetapkan. 



Komentar

  1. berarti kalo lapor ylki terus tdk ada tindak lanjutnya gmn pak? apa mungkin ada bargaining ylki dgn para pengusaha? berarti undang undangnya membuka peluang sebuah lembaga atau perorangan untuk kolusi .. apa tidak bisa dgn jalan lain?
    wasalam
    Romdloni W. - Mahasisa Hukum - STHI

    BalasHapus

Posting Komentar

Berikan tanggapan/ komentar sesuai dengan postingan. Bukan pertanyaan atau yang bersifat konsultasi. Jika Ingin berkonsultasi, baca ketentuan yang ditetapkan

Postingan Populer