loading...

Bank Tidak ingin melelang Objek Hak Tanggungan

Pak Wahyu tolong bantu saya untuk memberikan pencerahan. Saya sangat awam untuk masalah hukum ,,.

Pak Wahyu saya melakukan kredit pada suatu bank dengan agunan satu bangunann ruko bernilai 700 juta dan pada sekarang saya tidak mampu membayar kredit tersebut pada bank.

Bank telah memberikan surat lelang yang telah saya tandatangani namun pada suatu saat bank kembali menghubungi saya dengan tujuan utuk melakukan pembatalan lelang karna menurut alasan pribadi pimpinan bank ,proses kredit macet akan merusak nama pribadi dia. 

Sekarang bank memberikan solusi untuk menjual bangunan tersebut kepada orang lain dengan harga yang telah ditentukan agar pembayaran kredit lunas dan bank tidak jadi melakukan lelang.

Masalahnya :

*pada waktu kredit saya menyewakan bangunan yang dijadikan agunan untuk kredit kepada orang lain. apakah hal tersebut bermasalah ?

*surat lelang sudah saya tanda tangani,sedangkan barang tersebut ingin dijual kepada pihak ke-3 .atas  recomendasi bank. Apakah surat lelang saya tanda tangani bermasalah ? karena takutnya barang sudah dijual kepada pihak ke -3 ,sedangkan surat lelang terus berjalan. Apa yang harus saya lakukan ? soalnya pimpinan bank ini ada tabiat untuk melakukan penipuan terhadap saya.
terima kasih .


JAWAB : 

Terima kasih telah menghubungi saya ... 

Untuk masalah bangunan yang Anda sewakan, secara hukum jika memang akan ada pelelangan/ pengalihaan hak kepemilikan atas bangunan tersebut maka Anda selaku pemilik/ pihak yang menyewakan harus membayar ganti rugi kepada penyewa. Hal ini sebagaimana dimaksud dan diatur Pasal 1557 KUHPerdata yang pada pokoknya menegaskan, jika penyewa diganggu dalam kenikmatannya karena suatu tuntutan hukum mengenai hak milik atas barang yang bersangkutan, maka ia berhak menuntut pengurangan harga sewa menurut perimbangan. Namun,  jika sejak awal penyewa mengetahui bangunan yang disewanya tersebut akan dilelang/ dijual/ dipindahtangankan tentunya si penyewa tidak berhak menuntut ganti rugi atau meminta sisa uang sewa kepada Anda. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1576 KUHPerdata yang menyatakan, dengan dijualnya barang yang disewa, sewa yang dibuat sebelumnya tidak diputuskan kecuali bila telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang. Jika ada suatu perjanjian demikian, penyewa tidak berhak menuntut ganti rugi bila tidak ada suatu perjanjian yang tegas, tetapi jika ada perjanjian demikian, maka ia tidak wajib mengosongkan barang yang disewa selama ganti rugi yang terutang belum dilunasi. 

Terkait dengan masalah penjualan langsung objek bangunan yang menjadi jaminan kredit, perlu dijelaskan,  Pasal 6 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan menegaskan :

Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

Selanjutnya, ketentuan Pasal 20 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, menyatakan :

(1) Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan :

a. hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalain Pasal 6, atau

b. titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya.

(2) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak -Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.

Berdasarkan ketentuan Pasal 20 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang eksekusi Hak Tanggungan di atas, dalam praktek hukum ada 2 cara dalam pelaksanaan eksekusi pemenuhan pelunasan hutang yang diikat dalam perjanjian Hak Tanggungan, yaitu :

1. Eksekusi Obyek Hak Tanggungan melalui Aparatur Negara (Pengadilan).
2. Eksekusi Obyek Hak Tanggungan  melalui penjualan di bawah tangan oleh Pemegang Hak Tanggungan.

Eksekusi Obyek  Hak Tanggungan Melalui Aparatur Negara (Pengadilan),  merupakan prinsip pokok yang diatur dalam pasal 20 jo. pasal 6 UU Nomor 4 Tahun 1996. Dengan demikian, apabila debitur melakukan wanprestasi/cidera janji, maka pemenuhan eksekusi pembayaran hutang dapat dilakukan melalui parate eksekusi biasa berdasarkan pasal 224 HIR dan pasal 6 UU Nomor 4 Tahun 1996 dengan Meminta flat eksekusi kepada Ketua Pengadilan, yang kemudian berdasarkan permintaan tersebut, Ketua Pengadilan melaksanakan penjualan atas Obyek Hak Tanggungan melalui penjualan lelang.

Sedangkan eksekusi dengan cara penjualan dibawah tangan diatur dalam penjelasan pasal 6  jo. Pasal 20 ayat (2) dan (3) UU hak Tanggungan, dengan ketentuan adanya kesepakatan yang dibuktikan dalam APHT, bahwa pemberi HT berjanji bahwa pemegang HT behak menjual objek HT atas kekuasaan sendiri, penjualan lelang dapat dilakukan tanpa campur tangan pengadilan. Yang kemudian berdasarkan kesepakatan tersebut pemegang HT dapat langsung meminta pelaksanaan penjualan kepada kantor lelang/ pejabat lelang.

Jadi, dikaitkan dengan permasalahan Anda yang pada pokoknya Bank menghendaki penjualan langsung, sesungguhya secara hukum hal tersebut tidak dibenarkan mengingat ketentuan tentang Hak Tanggungan tidak mengatur dan memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk melakukan penjualan langsung objek hak tanggungan. Dalam hal ini, bank tetap harus tunduk pada ketentuan penjelasan pasal 6  jo. Pasal 20 ayat (2) dan (3) UU hak Tanggungan. Bahwa kemudian, jika bank bersikukuh untuk menjual objek milik Anda tersebut secara langsung, apalagi dengan harga yang ditentukan oleh bank itu sendiri, secara hukum Anda dapat mengajukan pembatalan jual beli dan menuntut balik Bank tersebut karena telah merugikan Anda sebagai debitur.  

Saran saya, sebaiknya Anda menyatakan dengan tegas untuk menolak rencana bank melakukan penjualan secara langsung atas objek bangunan milik Anda tersebut dan meminta Bank untuk mematuhi ketentuan Pasal 6  jo. Pasal 20 ayat (2) dan (3) UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

Komentar

Postingan Populer