loading...

Tanah saya disita, pak


Yth : Pak Wahyu,

Pada tahun 2006 saya membeli sebidang tanah beserta bangunannya. Kemarin pada tanggal 19 may 2010 tanah beserta bangunan tersebut diekskusi oleh kejaksaan. Pada waktu ekskusi saya tidak diberi surat apapun. Padahal saya memiliki AJB beserta sertifikat asli atas nama saya. Dari info yang saya dapat ternyata Penjual tanah tersebut diatas digugat oleh ahli waris yang lain (keluarga penjual).

Pertanyaan saya :

1 Apakah saya berhak atas tanah yg sudah saya beli?
2 Bagaimana caranya saya mengajukan keberatan ke pengadilan supaya tidak diekskusi
3 Atas dasar apa pengadilan/kejaksaan mengekskusi tanah saya
4 Apakah betul ekskusi tanpa sepengetahuan pemilik sah dilakukan

Terima kasih
Salam


Jawab :

Terima kasih telah menghubungi saya ...

Jual beli merupakan hubungan hukum perdata antara penjual dan pembeli. Dalam Pasal
1471 KUHPerdata ditegaskan, bahwasanya Jual beli atas barang orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar kepada pembeli untuk menuntut penggantian biaya,
kerugian dan bunga, jika ia tidak mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain. Jadi menjawab pertanyaan, apakah Anda berhak atas tanah yang sudah Anda beli tersebut, tunggu saja putusan Pidana atas perkara yang menjadi dasar penyitaan tanah Anda tersebut. Bila ternyata putusan pidana menyatakan penjual bersalah karena menjual tanah warisan, itu berarti jual beli yang anda lakukan batal demi hukum, lebih lanjutnya, Anda dapat mengajukan gugatan kepada si penjual.

Terkait dengan kata "Eksekusi" dalam hukum mengandung arti "pelaksanaan putusan hakim", cuma, dalam hal ini saya masih ragu dengan perkataan eksekusi yang diuraikan dalam cerita Anda sebab Barang sitaan sebagai barang bukti dalam perkara pidana, memang dapat menjadi barang rampasan Negara, jika terdapat unsur yang dipenuhi oleh hakim untuk dapat merampas suatu barang, yaitu barang sitaan itu kepunyaan si terhukum yang diperoleh dengan kejahatan atau yang dengan sengaja dipakai untuk melakukan kejahatan. Namun, barang sitaan yang dipergunakan oleh terpidana untuk melakukan tindak pidana atau merupakan hasil dari tindak pidana tetapi barang tersebut bukan milik terpidana, maka barang tersebut tidak dapat dirampas untuk Negara, tetapi barang tersebut hanya sebagai barang bukti dan harus dikembalikan kepada yang berhak. Hal ini sebagaimana dimaksud Pasal 46 KUHAP.

Kalau yang Anda maksud dengan eksekusi adalah penyitaan, maka terhadap penyitaan dalam perkara pidana tidak dapat dilakukan perlawanan atau bantahan sebagaimana halnya penyitaan dalam perkara perdata. Dalam hal ini, mau tidak mau, Anda harus menunggu perkara tersebut sudah diputus dan memiliki kekuatan hukum tetap.

Dalam Pasal 42 ayat (1) KUHAP menegaskan bahwasanya Penyidik berwenang memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang dapat disita, menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan dan kepada yang menyerahkan benda itu harus diberikaan surat tanda penerimaan. Jadi, mendasar pada ketentuan Pasal 42 ayat (1) dimaksud, jelas dalam hal penyitaan maka penyidik harus memberitahukan dahulu kepada yang menguasai benda tersebut. Dalam hal penyitaan tidak mengikuti prosedur Pasal 42 KUHAP tersebut maka jelas dan tegas Anda berhak mengajukan praperadilan atas penyitaan tersebut. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (1) huruf b KUHAP yang menegaskan, dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang;

Untuk dasar penyitaan, bisa saya uraikan sebagai berikut :

Pasal 38 KUHAP :

(1) Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat.
(2) Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.

Dalam Pasal 39 ayat (1) diatur, Yang dapat dikenakan penyitaan adalah:

a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
b. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
c. benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
d. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana

Jadi, dalam hal ini jelas, penyitaan dilakukan karena merupakan kewenangan penyidik berdasarkan izin Pengadilan karena benda yang akan disita merupakan hasil dari tindak pidana atau yang terkait dengan perkara.

Komentar

Postingan Populer