loading...

Menuntut bagian waris atas objek hibah

Selamat pagi,

Nenek saya mempunyai warisan, sebutlah tanah seluas 2000 meter persegi. Dan telah dibagi kepada 4 anaknya dengan pembagian kurang lebih sebagai berikut : 
  • - Anak pertama laki laki mendapatkan 500 meter persegi 
  • - Anak kedua perempuan 200 meter persegi 
  • - Anak ketiga 400 meter persegi 
  • - Anak keempat 300 meter persegi. 

Tanah masih sisa 600 meter persegi masih atas nama nenek saya. 

Dalam perjalanannya nenek saya memberikan hibah tanah 600 meter persegi tersebut kepada anak nomor 3 dan 4 dan terbitlah sertifikat atas nama anak nomor 3 dan 4 dalam satu sertifikat. Waktu proses hibah tersebut anak nomor 1 dan 2 sudah meninggal. 

Yang saya tanyakan : 
  1. Apakah sertifikat tanah hibah atas nama anak nomor 3 dan 4 tersebut cacat hukum sehubungan proses hibah tidak diketahui oleh ahli waris anak nomor 1 dan 2, dan sebagai saksi perangkat dusun? Apakah ada hukum yg dilanggar dalam proses hibah tersebut ?
  2. Apakah ada hak dan dasar hukumnya apabila ahli waris anak nomor 1 dan 2 minta bagian harta waris tersebut ?
  3. Penyelesain/solusi yang bagaimana apabila ahli waris anak nomor 1 dan 2 tetap minta bagian harta waris tersebut padahal sudah menjadinsertifikatbatas nama anak nomor 3 dan 4 ?
  4. Apabila ahli waris anak nomor 1 dan 2 menggugat ke pengadilan anak nomor 3 dan 4, pihak mana yang akan menang menurut aturan yg benar?

Demikian harap pencerahannya


JAWAB : 


Terima kasih telah menghubungi saya ... 

Sebelumnya, harus dipahami bahwasanya dalam hukum dikenal ada 2 (dua) macam bentuk penghibahan yakni hibah dan hibah wasiat. Kedua bentuk hibah tersebut sama yakni memberikan barang milik penghibah kepada penerima hibah. Adapun perbedaannya, hibah diberikan pada saat si penghibah masih hidup dan peralihan hak milik dapat langsung terjadi pada saat itu sedangkan hibah wasiat, penghibahan dilakukan dan baru akan berlaku setelah ada kematian si penghibah. 

Berdasarkan perbedaan diatas, dikaitkan dengan uraian permasalahan, kiranya dapat dijawab bahwasanya hibah tanah seluas 600 meter kepada anak nomor 3 dan anak nomor 4 adalah hibah biasa, bukan hibah wasiat karena penghibahan tersebut dilakukan saat si nenek masih hidup. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1666 KUHPerdata yang menyatakan, "Penghibahan adalah suatu persetujuan, dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup". Dalam pasal selanjutnya, Pasal 1679 KUHPerdata menegaskan pula, "Supaya dapat dikatakan sah untuk menikmati barang yang dihibahkan, orang yang diberi hibah harus ada di dunia atau dengan memperhatikan aturan dalam Pasal 2 yaitu sudah ada dalam kandungan ibunya pada saat penghibahan dilakukan". Sampai disini, apa yang dilakukan si nenek menghibahkan tanah miliknya kepada anaknya, sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. 

Sesuai dengan ketentuan hukumnya dan oleh karena sifatnya adalah persetujuan dari si pemberi hibah maka dalam pemberian hibah tidak diperlukan adanya persetujuan atau penyaksian dari ahli waris yang lain atau aparat dusun atau bahkan orang lain. Namun demikian aturan hukum mensyaratkan bahwasanya pemberian hibah harus dilakukan dalam suatu akta notariat. Hal ini sebagaimana dimaksud dan diatur Pasal 1682 KUHPerdata yang menyatakan, "Tiada suatu penghibahan pun kecuali termaksud dalam Pasal 1687 dapat dilakukan tanpa akta notaris, yang minuta (naskah aslinya) harus disimpan pada notaris dan bila tidak dilakukan demikian maka penghibahan itu tidak sah". 

Oleh karena atas tanah tersebut telah diterbitkan sertifikat atas nama anak nomor 3 dan anak nomor 4, sebaiknya ditelusuri kepastian ada tidaknya akta hibah di kantor badan pertanahan setempat dengan mempelajari data juridis terbitnya sertifikat tersebut. 

Perlu diingat juga, bahwasanya Pasal 1688 KUHPerdata menegaskan : 

"Suatu penghibahan tidak dapat dicabut dan karena itu tidak dapat pula dibatalkan, kecuali dalam hal-hal berikut:
  1.   jika syarat-syarat penghibahan itu tidak dipenuhi oleh penerima hibah; 
  2. jika orang yang diberi hibah bersalah dengan melakukan atau ikut melakukan suatu usaha pembunuhan atau suatu kejahatan lain atas diri penghibah; 
  3. jika penghibah jatuh miskin sedang yang diberi hibah menolak untuk memberi nafkah kepadanya." 

Terkait dengan pertanyaan selanjutnya tentang dasar hukum bagi ahli waris pengganti (anak) untuk meminta bagian waris, kiranya dapat dipelajari uraian diatas tentang pengertian dan perbedaan hibah biasa dan hibah wasiat. Oleh karena hibah tersebut dilakukan saat si nenek masih hidup dan hibah tersebut juga diterima oleh penghibah yang masih hidup, maka jelas objek tanah tersebut bukanlah harta peninggalan si nenek. Oleh karena bukan harta peninggalan, maka tidak ada objek waris dan tuntutan bagi waris atas objek tanah tersebut. Dengan kata lain, ahli waris pengganti (anak-anak dari anak nomor 1 dan nomor 2) tidak dapat menuntut bagian waris atas objek tanah 600 meter tersebut. 


Komentar

Postingan Populer