loading...

Kog bisa Sertifikat Hak Pakai berubah Menjadi Sertifikat Hak Milik atas Nama orang lain ?

Salam hormat ...

Saya saat ini bertempat tinggal di Makassar di atas tanah yang disengketakan sejak puluhan tahun.

Perkaranya demikian:

Tanah ini awalnya dibeli oleh Ny.A. Wanita ini kemudian menikah dengan Tn.B. Atas permintaan Ny.A, tanah ini kemudian diurus hak pakainya atas nama Tn.B (tahun 1950). Dari pernikahan ini tidak ada anak kandung, maka kemudian mereka mengangkat 4 orang anak. Ny. A akhirnya meninggal dunia. Tn. B lalu membagi tanah ini menjadi 4 petak dan diwariskan tiap petak kepada ke-4 anak angkatnya, tetapi surat warisan hanya ditandatangani oleh Tn.B saja dengan disaksikan oleh keluarga tanpa disahkan oleh notaris. Setelah menerima Sertifikat Hak Pakai atas namanya, Tn.B menyelesaikan pelunasan hutang kepada Negara atas sertifikat hak pakai tersebut ( tahun 1970)

Setelah Ny.A meninggal dunia, maka datanglah adik Ny.A yaitu Ny.X yang juga ibu kandung dari salah satu anak angkat Tuan B  dan tinggal bersama-sama dengan Tn.B. Setelah 3 tahun menduda Tn.B menikah lagi dengan Ny. C. Dari pernikahan ini didapatkan seorang anak laki-laki. Sekitar tahun 1976, Ny. X bertengkar dengan salah seorang tetangga mengenai batas tanah, waktu itu Ny. X kemudian meminjam Sertifikat Hak Pakai tanah ini dan tidah pernah dikembalikan sampai Tn.B meninggal dunia. Masalah kemudian muncul setelah tiba-tiba tahun 2005 Ny. X menunjukkan sertifikat Hak Milik Tanah ini atas namanya.

Yang ingin saya tanyakan :

  1. Setelah Ny.A meninggal dunia, kepemilikan tanah ini menjadi milik siapa?? Apakah Tn.B atau keempat anak angkatnya atau menjadi milik keluarga Ny.A dalam hal ini Ny.X???
  2. Apakah surat warisan  yang ditandatangani oleh Tn.B yang menerangkan bahwa tanah ini diwariskan kepada ke-4 anak piaranya memiliki kekuatan hukum???
  3. Apakah bisa Sertifikat Hak Pakai berubah menjadi Sertifikat Hak Milik atas nama orang lain tanpa persetujuan pihak sebelumnya dalam hal ini Tn.B???
Mungkin ringkasan saya diatas jauh dari sempurna tapi hanya seperti itulah yang saya ketahui mengenai riwayat tanah ini. Sebagai orang yang buta hukum, ada begitu banyak hal yang tidak dapat saya mengerti, Jadi saya mohon penjelasan Bapak mengenai kasus ini. Atas perhatian dan konsultasi ini saya ucapkan banyak terima kasih.

Hormat Saya

JAWAB : 

Terima kasih telah menghubungi saya ... 

1) Dalam Pasal 41 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok- Pokok Agraria dikatakan bahwasanya pada pokoknya Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah. Hak Pakai ini dapat diberikan:

a. selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu;
b. dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun.

Dalam Pasal 43 UU No. 5 Tahun 1960 diatur : 

(1) Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang.
(2) Hak pakai atas tanah-milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 43 di atas, dikaitkan dengan pertanyaan yang diajukan, asumsi saya Hak Pakai yang diperoleh Tn. B adalah hak pakai atas tanah negara mengingat (berdasarkan uraian permasalahan yang disampaikan), pada tahun 1970 Tn. B melunasi hutang kepada Negara. Ini berarti, asumsi saya,  yang dibeli oleh Ny. A adalah hak garap atas tanah negara yang kemudian ditindaklanjuti oleh Tn. B untuk didapat Hak Pakai atas tanah negara tersebut. 

Jadi, menjawab pertanyaan No. 1, sekali lagi, asumsi saya, kepemilikan tanah tersebut setelah meninggalnya Ny. A, berada di Tn. B selaku pemegang Hak Pakai. 

2) Sesuai dengan ketentuan Pasal 43 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960 jo. Pasal 54 ayat (8) PP No. 40 Tahun 1996  yang pada pokoknya menyatakan, "Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang", maka dapat dipastikan pengalihan hak pakai berdasarkan surat waris tidak memberi kepastian kepemilikan atas tanah tersebut kepada ke-4 anak anak Tn. B. Singkat kata, secara hukum, pengalihan hak pakai atas tanah negara hanya berdasarkan surat waris merupakan pengalihan hak atas tanah yang batal atau dapat dibatalkan demi hukum 

3) Secara hukum, sangat memungkinkan Hak Pakai berubah menjadi sertifikat Hak Milik atas nama orang lain, apabila : 

a. Subjek pemegang Hak Pakai tidak lagi menjadi Warga Negara Indonesia (pasal 39 huruf a PP No. 40/ 1996),
b. Jangka waktu Hak Pakai telah berakhir. (pasal 45 ayat (1) PP 40/ 1996 menegaskan, jangka waktu hak pakai adalah 25 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 25 tahun). 
c. Pemilik hak pakai tidak mengajukan pembaharuan Hak Pakai (Pasal 45 ayat (2) PP No. 40/1996)
d. Dibatalkan oleh Pejabat berwenang sebelum jangka waktu Hak Pakai berakhir (Pasal 55 ayat (1) huruf b PP No. 40/ 1996).
e. Adanya putusan Pengadilan yang membatalkan pemberian Hak Pakai (Pasal 55 ayat (1) huruf b angka 3 PP No. 40/ 1996),
f. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang Hak Pakai sebelum jangka waktu Hak pakai berakhir (pasal 55 ayat (1) huruf c PP No. 40/ 1996). 
g.Dicabut berdasarkan Undang-undang Nomor 20 tahun 1961;
h. ditelantarkan;
i. tanahnya musnah;
j. Memenuhi ketentuan Pasal 40 ayat (2) PP No. 40/ 1996.

Ketentuan Pasal 40 PP No. 40 Tahun 1996 menegaskan : 

(1) Pemegang Hak Pakai yang tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dalam waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu pada pihak lain yang memenuhi syarat.

(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) haknya tidak dilepaskan atau dialihkan, hak tersebut hapus karena hukum dengan ketentuan hak-hak pihak lain yang terkait di atas tanah tersebut tetap diperhatikan.

Dalam kondisi sebagaimana dimaksud di atas tidak tertutup kemungkinan Badan Pertanahan Setempat menerbitkan Sertifikat Hak Milik atas tanah tersebut bilamana ada pihak lain yang mengajukan permohonan hak kepemilikan atas tanah tersebut. Jadi, kembali pada permasalahan, saran saya sebaiknya diperiksa terlebih dahulu kebenaran sertifikat hak milik atas tanah tersebut di buku pendaftaran tanah, baik di buku tanah desa maupun yang ada di Kantor Badan Pertanahan Setempat sehingga dapat dipastikan alur timbulnya Sertifikat hak milik atas tanah tersebut

Komentar

Postingan Populer