loading...

Berhak tidak membatalkan pemesanan dan meminta pengembalian uang reserve ke pihak developer

Saya mengharapkan solusi dari Bapak atas masalah yang sedang saya hadapi saat ini:


Jumat, 9 Februari 2018, saya didekati dan diajak Ibu Vera, sales SNC untuk mengunjungi booth SNC. Di booth, Ibu Vera dan Pak Doan menjelaskan tentang tipe, spefisikasi dan lokasi cluster. Pak Doan menanyakan tipe rumah yang dicari. Saya menjelaskan rumah dengan luas tanah sekitar 90-100m2 dan luas bangunan
sekitar 55 -75m2 dengan harga di bawah Rp 1M. Pak Doan menyebutkan 2 tipe rumah, yaitu Edelweiss 55/72 dan Edelweiss 39/72 yang cocok dengan kebutuhan saya.

Saat saya hendak pergi, bergabung Pak Jenli, Manager yang menjelaskan kembali kelebihan cluster yang dijual dan upaya yang telah dilakukan oleh Pak Jenli untuk membantu supir rekan Pak Jenli untuk mendapatkan rumah. Pak Jenli menanyakan tentang  kredit yang saya miliki saat ini, kartu kredit terkait BI Checking, pendapatan dan usia. Saya menjelaskan kalau kartu kredit biasa saya bayar lunas sehingga sepertinya tidak ada masalah dengan BI checking. Saat ini saya memiliki KTA yang masih berjalan sampai dengan 2020 sebesar Rp 3,000,000 selain itu saya membayar BPJS . Periode kredit yang saya ambil adalah 10 tahun mengingat usia saya saat ini.

Pak Jenli meyakinkan saya untuk reserve rumah karena uang reserve bisa dikembalikan apabila saya tidak cocok dengan rumah di SNC, pada saat saya keberatan membayar uang reserve Rp 5,000,000 mengingat pengalaman saya dahulu yang tidak dapat mengambil kembali uang booking
rumah. Pak Jenli menjamin bahwa uang reserve saya dapat kembali apabila saya tidak cocok. Akhirnya saya bersedia memberikan uang titipan/reserve secara tunai debit sebesar Rp 2.000.000 dan transfer sebesar Rp 3.000.000 untuk tipe Edelweiss, luas tanah 72 m2 dan luas bangunan 55 m2.

Selasa, 13 Februari 2018, saya mengunjungi lokasi SNC untuk melihat rumah yang ditawarkan  dengan diantar Bapak Doan dengan menggunakan mobil untuk melihat rumah tipe Edelweiss  LT 72/LB 55 No. 51,
tipe cataleya LT 103/LB 39 dan Tipe Basea LT 114/LB 70. Pak Doan menjelaskan bila saya memesan rumah tipe Cataleya maka saya berada pada waiting list no. 3, sedangan untuk tipe Basea saat ini dalam status booking oleh isteri salah satu sales dan Pak Doan akan mencek apakah masih status booking atau tidak.

Setelah itu, kami kembali ke kantor pemasaran. Pada saat itu Pak Doan menyadari kalau rumah tipe Edelweiss LT 72/LB 55 yang diperlihatkan adalah rumah yang salah. Pak Doan mengajak saya untuk kembali melihat rumah yang
ditawarkan. Pada saat berkeliling yang kedua kali, Ibu Vera turut bergabung untuk melihat tipe Edelweiss Lt.72/LB 55 No. 68 yang dalam kondisi kurang baik (jendela dan tembok dekat tangga berjamur akibat air). Pak Doan berkata akan mengusahakan untuk tukar rumah atau akan meminta perbaikan sebelum ditempati. Kemudian saya diantar melihat rumah tipe Edelweiss Lt 72/LB 39, rumah contoh tipe Edelweiss LT 72/LB 39 dan rumah contoh tipe Edelweiss LT 84/LB60.

Setelah berkeliling melihat rumah, saya diajak kembali ke kantor pemasaran. Di dalam ruangan sales tersebut juga ada Pak Theo (Sales) dan Ibu Tere (keuangan). Bapak Doan menanyakan opsi2 rumah yang saya tertarik untuk pesan. Bapak Doan menuliskan opsi-opsi rumah berdasarkan prioritas yang saya suka, yaitu tipe Basea LT 114/LB 70, tipe Cataleya LT 103/LB 39 dan tipe Edelweiss LT 72/LB 55. Pak Doan meminta saya untuk menandatangani kertas opsi-opsi rumah tersebut. Awalnya saya keberatan karena tidak memahami tujuan dari kertas opsi-opsi itu. Pak Doan menjelaskan kertas itu untuk formalitas saja. Pada akhirnya, saya menandatangani kertas opsi-opsi tersebut karena mempercayai niat baik Pak Doan.

Setelah itu, saya diberikan draft surat perincian pembayaran KPR untuk ketiga opsi tipe rumah.  Saya menanyakan biaya-biaya yang harus saya bayar dan perkiraan cicilan per bulan. Bapak Doan menuliskan biaya KPR saja di
draft surat tersebut. Bapak Doan menanyakan gaji saya dan kredit lain yang  saya miliki. Saya jelaskan tentang perkiraan gaji saya, pembayaran bpjs dan KTA yang masih saya jalani sebesar Rp 3,000,000 sampai 2020 serta masa kredit yang bisa saya ambil (10 tahun) mengingat usia saya. Pak Doan menyatakan saya bisa membayarkan cicilan KPR tersebut.

Saya menanyakan apakah memungkinkan mendapatkan discount 20%, tapi Pak Doan menjawab tidak mungkin. Ada konsumen yang meminta discount 15% dan tidak disetujui oleh Direksi. Bila hendak mengajukan discount bisa di 12%.

Pada saat perjalanan kembali ke Jakarta dimana Pak Doan, Ibu Vera dan Pak Theo ikut sampai di rumah makan di Serpong, Pak Doan menyarankan saya untuk mengirimkan pesan WA ke Pak Jenli untuk meminta discount 12%. Pada sore hari
(16.42), Pak Jenli memberitahu via pesan WA bahwa pengajuan discount 12% disetujui oleh Dirut dan Pemilik dan surat pemesanan akan diantar ke kantor saya untuk ditandatangani saya.

14 Februari 2018 dini hari, saya meminta perhitungan dari rumah tipe Basea dengan discount 12% ke Pak Doan via pesan  WA. Kemudian, Pak Doan mengirimkan draft perhitungan rumah tipe Basea dengan discount 12% via pesan
WA. Saya menanyakan biaya-biaya yang harus saya tanggung karena dalam draft perhitungan tersebut tidak diberikan perkiraan biaya-biaya yang saya tanggung, seperti BPHTB, notaris, balik nama, AJB dan biaya KPR.

Tidak jelasnya informasi tentang biaya-biaya yang saya akan tanggung membuat saya mencari sendiri informasi tentang biaya-biaya dan cicilan KPR melalui kalkulator KPR di website jual beli properti. Melihat perkiraan total biaya dan DP yang
perlu saya sediakan untuk rumah tipe Basea LT 114/LB70 (Rp 1,201,504,114), dan cicilan KPR per bulan selama 10 tahun dengan bunga 5% fixed 5 tahun dan bunga floating 9% adalah Rp 240,300,822.80 dengan cicilan Rp 11,469,434.


Perhitungan ini membuat saya memutuskan untuk tidak melanjutkan pemesanan rumah di SNC karena dana tunai yang dibutuhkan di luar DP sangat besar. Saya tidak mau terjadi gagal bayar di tengah perjalanan kredit
rumah ini. Keputusan ini saya sampaikan pada Pak Jenli dan Pak Doan pada 14 Februari 2018 pagi sebelum Pak Doan ke kantor saya mengantarkan surat pemesanan.


Pertanyaan saya adalah :



  1. Apakah pihak developer berhak melakukan perubahan status reserve menjadi booking tanpa surat resmi/tertulis kepada konsumen?
  2. Apakah pihak developer berhak menerapkan prosedur  tanpa informasi tertulis/resmi dan hanya verbal kepada konsumen tentang perubahan status reserve ke booking dengan mengatakan “bila konsumen sudah mengajukan discount tambahan ke pihak developer”?  
  3. Apakah saya berhak melakukan pembatalan pemesanan dan meminta pengembalian terhadap titipan uang/reserve saya dari pihak developer ? Apakah ada undang-undang yang mengaturnya ?
  4. Apakah pihak developer berhak mengambil titipan uang/reserve saya ketika saya melakukan pembatalan pemesanan tanpa adanya surat pemesanan yang ditandatangani kedua belah pihak di atas materai? Apakah pihak developer berhak menggunakan draft surat perincian pembayaran KPR tanpa tanda tangan kedua belah pihak sebagai dasar mengambil uang reserve saya?

Terima kasih atas perhatian dan bantuan Bapak.

Salam,


JAWAB : 

Berdasarkan hal yang diuraikan, asumsi saya, anda berkeinginan melakukan pembatalan pemesan sebelum dilakukan pengikatan jual beli dengan developer. Sebelumnya menjawab, perlu disampaikan bahwasanya sebagaimana yang Anda alami, dalam praktek transaksi jual beli rumah dengan developer, terdapat istilah "uang pesan (reserve fee)" dan Uang Tanda Jadi (Booking fee)", kedua istilah yang bila tidak dipahami terkesan hanya sebagai "akal-akalan" develepor sehingga sering menjadi momok yang tidak berkesudahan bagi para calon konsumen karena apapun alasannya ke-"tidak ikhlas"-an uang tersebut dimakan begitu saja oleh developer.


Bagi developer, Uang Pesan (reserve fee) adalah bukti keseriusan calon pembeli atas pesanan rumah yang akan dibelinya. Dalam hal ini, developer belum melakukan pemblokiran atas unit rumah dari penawaran calon pembeli yang lain. Developer hanya mencatat dan memberikan perbandingan unit-unit rumah "yang mungkin" sesuai dengan keinginan si calon pembeli. Jadi, dalam hal ini, singkatnya developer hanya memberikan layanan "konsultasi kebutuhan unit rumah". Oleh karena sifatnya hanya konsultasi, bila calon pembeli membatalkan pesanannya, semestinya developer tidak merasa dirugikan.

Selanjutnya, Uang Tanda Jadi (Booking Fee). Ketika konsumen usai melakukan sesi konsultasi dan menerima "yang disarankan" developer maka selanjutnya developer memblokir unit rumah yang dikehendaki calon pembeli dari penawaran calon pembeli lain. Dalam hal ini, tentunya developer tidak ingin dirugikan bila ada pembatalan sepihak dari calon pembeli yang bersangkutan, untuk itu calon pembeli diminta melakukan pembayaran booking fee yang disyaratkan "hangus" bila terdapat pembatalan sepihak dari calon pembeli.

Uang pesan dan uang tanda jadi, tidak diatur dalam undang-undang namun didasarkan pada kesepakatan para pihak. Terkait kesepakatan, dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, kesepakatan diartikan sebagai persetujuan. Pasal 1339 KUHPerdata menegaskan, "Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan, atau undang-undang". Artinya, apapun alasannya kesepakatan yang dibuat para pihak harus tetap memenuhi prinsip keadilan, kebiasaan atau Undang- Undang.
Berdasarkan pengertian "reserve fee" dan "booking fee" di atas, dihubungkan dengan dengan pertanyaan Anda, apakah berhak developer mengambil uang reserve fee yang telah dibayarkan Anda, dapat dipastikan jawabannya adalah, DEVELOPER TIDAK BERHAK MENGAMBIL UANG RESERVE FEE ..
  
Hormat Saya,



NM. Wahyu Kuncoro, SH




Komentar

Postingan Populer