Om saya, Kawin lagi dong, pak
Dear Pak Wahyu,
Saya mempunyai seorang tante yang sudah berumah tangga selama 23 tahun dan dikaruniai 3 orang putra, tapi baru sekarang ini diketahui bahwa suaminya sudah mempunyai istri lain dengan 2 orang anak (1 laki-laki, 1 perempuan). Dan perkawinan dengan istri yang kedua ini, om saya tersebut memiliki surat nikah resmi. Yang ingin saya tanyakan :
1. Bisakah tante saya melaporkan perkawinan kedua om saya kepada polisi karena mereka memiliki surat nikah sedangkan tante saya tidak pernah memberikan restu / izinnya.
2. Tante saya tidak ingin dimadu tetapi suaminya tidak ingin melepaskan istri keduanya. Baiknya apa yang harus dilakukan oleh tante saya tersebut ?
3. Jika tante saya ingin melaporkan suaminya kepada atasannya, apakah hal ini akan ada manfaatnya ? Om saya tersebut bekerja di GMF.
Terima kasih sebelumnya
JAWAB :
Terima kasih telah menghubungi saya :
1) Pasal 3 UU Perkawinan menyatakan :
(1) Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
(2) Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh fihak-fihak yang bersangkutan.
Dalam Pasal 4 ditegaskan sebagai berikut :
(1) Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
(2) Pengadilan dimaksud data ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Adapun prosedur izin poligami, diatur dalam Pasal 5 UU Perkawinan yang menyatakan :
(1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;
c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.
(2) Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.
Oleh karena, perkawinan ke-dua yang dilakukan om Anda, tidak mendapat izin dari tante Anda, tentunya perkawinan yang kedua tersebut mengandung kecacatan hukum, yang artinya perkawinan kedua tersebut dapat dibatalkan oleh Tante Anda. Selain itu, Tante Anda juga dapat melaporkan perbuatan om Anda tersebut secara pidana dengan melaporkannya kekantor polisi dengan dalih melakukan perkawinan yang tidak sah. Adapun pasal-pasal pidana yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
Pasal 279 KUHPidana :
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun:
1. barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu;
2. barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu.
(2) Jika yang melakukan perbuatan berdasarkan ayat 1 butir 1 menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 280 KUHPidana :
Barang siapa mengadakan perkawinan, padahal sengaja tidak memberitahu kepada pihak lain bahwa ada penghalang yang sah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun, apabila kemudian berdasarkan penghalang tersebut, perkawinan lalu dinyatakan tidak sah.
Pasal 284 KUHPidana :
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
l. a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel = selingkuh), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya;
2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;
b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.
(2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.
(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.
(5) Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.
2) Sebagaimana telah saya uraikan dalam jawaban no. 1, Tante Anda bisa mengajukan pembatalan atas perkawinan tersebut.
Pasal 22 UU Perkawinan menegaskan bahwasanya Perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. Adapun yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu :
a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri;
b. Suami atau isteri;
c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan;
d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-undang ini dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus.
Dalam Pasal 24 UU Perkawinan ditegaskan bahwasanya barangsiapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.
Bagaimana cara mengajukan pembatalan perkawinan tersebut ? Pasal 25 UU Perkawinan menyatakan, Permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam daerah hukum di mana perkawinan dilangsungkan atau di tempat tinggal kedua suami isteri, suami atau isteri.
3) Melaporkan perkawinan ilegal kepada atasan Om Anda dan berharap atasannya melakukan suatu tindakan hukum sangat tergantung pada kebijakan yang ditetapkan oleh Perusahaan. Asumsi saya, kalaupun ada tindakan hukum, paling tinggi, tindakan tersebut adalah tindakan administratif. Terkait manfaat pelaporan kepada atasan, maaf, saya tidak dapat mengomentarinya secara lebih jauh namun demikian sebaiknya diperhitungkan kembali oleh tante Anda.
Komentar
Posting Komentar
Berikan tanggapan/ komentar sesuai dengan postingan. Bukan pertanyaan atau yang bersifat konsultasi. Jika Ingin berkonsultasi, baca ketentuan yang ditetapkan