Layak tidaknya Ibu memberi keselamatan jasmani dan rohani pada anak
Saya adalah seorang ibu yang telah memiliki anak 2 orang yaitu 2.5 Tahun dan 1.5 Tahun. Saya berencana
ingin mengacukan perceraian dengan suami saya karena saya telah mengetahui bahwa suami saya berselingkuh dan ingin menikah lagi.
Oleh karena itu, sebelumnya saya tidak mengerti tentang perceraian dlaam agama islam. maka, saya meminta bantuan dan kejelasan dari bapak karena saya seorang mualaf. Sedangkan, sebelum saya mengajukan cerai. saya ingin memastikan tentang masalah hak asuh anak saya. Saya sangat sayang dengan anak saya dan saya tidak ingin setelah perceraian, anak saya akan dimiliki oleh suami.
Saya juga mencari pengetahuan melalui internet bahwa hak asuh bisa dijatuhkan oleh seorang ayah bila seorang ibu dikatakan tidak layak untuk memberikan keselamatan jasmani dan rohani. Apakah maksud dari itu semua? saya kurang mengerti dan saya takut karena suami saya orang yang suka main politik dan uang untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
Mohon bantuan dan balasan dari bapak untuk email saya ini karena ini akan memberikan saya kejelasan tentang semua ini sebelum saya mengajukan perceraian dan mendapatkan anak2 saya bersama dengan saya.
Thanks
JAWAB :
Terima kasih telah menghubungi saya ...
Prosedur perceraian bagi pemeluk agama Islam sama seperti halnya prosedur perceraian bagi pemeluk agama lainnya. Memang bedanya, untuk pemeluk agama selain Islam, perceraiannya dilakukan di Pengadilan Negeri sementara bagi pemeluk Agama Islam dilakukan di Pengadilan Agama. Hal ini sebagaimana dimaksud dan diatur beberapa peraturan sebagai berikut :
Pasal 63 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Pengadilan dalam Undang-undang perkawinan ialah :
a. Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam;
b. Pengadilan Umum bagi lainnya.
Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 yang menjelaskan yang dimaksud dengan Pengadilan adalah Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi yang lainnya;
Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang pada pokoknya Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam, salah satunya di bidang perkawinan.
Terkait dengan hak pengasuhan anak akibat perceraian, mungkin sudah seperti Ibu pahami bahwasanya berdasarkan ketentuan Pasal 105 huruf a dan c Kompilasi Hukum Islam, dalam hal terjadi perceraian, pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya sementara biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya. Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 156 huruf a yang menegaskan, akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah : anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh :
1. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu;
2. ayah;
3. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah;
4. saudara perempuan dari anak yang bersangkutan;
5. wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu;
6. wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah
Jadi, karena pada kenyataannya, anak-anak Ibu masih dibawah umur maka tentunya Pengadilan Agama akan menetapkan Ibu sebagai pemegang hak pengasuhan anak-anak tersebut, terkecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Misal, pada kenyataannya Ibu tidak layak untuk memberikan keselamatan jasmani dan rohani pada anak-anak tersebut.
Apa yang dimaksud "tidak layak untuk memberikan keselamatan jasmani dan rohani" tersebut ? dikatakan "tidak layak untuk memberikan keselamatan jasmani dan rohani" adalah kondisi kejiwaan dan atau perilaku buruk si Ibu atau pemegang hak pengasuhan anak yang dapat mempengaruhi kejiwaan atau perkembangan fisik dan mental si anak seperti pemabuk, penjudi, pemboros, gila dan atau melalaikan atau menyalahkangunakan hak dan kewajibannya sebagai pemegang hak pengasuhan anak seperti melarang dan atau memutus tali silahturahmi ayah dengan anak, dsb.
Komentar
Posting Komentar
Berikan tanggapan/ komentar sesuai dengan postingan. Bukan pertanyaan atau yang bersifat konsultasi. Jika Ingin berkonsultasi, baca ketentuan yang ditetapkan