loading...

Saya dilarang ketemu dengan Anak saya, pak



Pertama-tama perkenalkan, saya seorang ayah, usia 37 tahun, memiliki 2 orang anak perempuan ( usia 8 dan 4 tahun ). Saya baru saja bercerai dan telah diputus oleh PN 2 bulan lalu dimana hak asuh kedua anak saya jatuh ke pihak istri. Istri saya juga bekerja.

Selama proses perceraian, saya 'masih diperbolehkan' berkunjung dan bermain dengan anak-anak meskipun sebatas hanya di teras depan rumah, membelikan kebutuhan anak, dan mainan anak. Saya dilarang untuk membawa anak-anak keluar ( misalnya ke mall ataupun mengantarkan les / kursus ), dan bila saya memaksa maka akan menimbulkan pertengkaran yang disaksikan oleh anak-anak. Hal ini sangat saya hindari, karena selain saya telah berjanji kepada anak untuk tidak bertengkar di depan mereka, hal ini juga tidak baik bagi anak-anak saya. Saya sudah mencoba berkali-kali membicarakan hal ini secara baik-baik dengan istri, akan tetapi selalu berujung pada pertengkaran. Bantuan dan dukungan dari keluarga istri pun tidak bisa diharapkan sama sekali.

Dan setelah ada putusan dari PN, bahkan saya dilarang sama sekali untuk bertemu dengan anak-anak. Saya bisa menemui anak hanya diluar pagar ( pagar dikunci dan tidak boleh dibuka ), dan semua barang yang telah saya belikan buat anak dikembalikan. Anak saya dimarahi bila menerima barang pemberian dari saya. Saya berkunjung bertemu anak dengan mencuri celah waktu setelah istri berangkat kerja atau sebelum pulang kerja. Pembantu yang merasa kasihan dengan saya, berani membuka pagar selama sekitar 10 menit, itupun kalau ketahuan resikonya bisa dipecat.

Terus terang saya sangat tertekan dengan kondisi ini, dan saya yakin demikianpun anak-anak. Saya berusaha sabar dan terus berdoa, tetapi hal ini terus membayang. Oleh karena itu, saya mohon advis dari Bapak, apa yang sebaiknya saya lakukan atau solusi apa yang terbaik bagi saya dalam menghadapi hal ini, karena berdiskusi baik-baik dengan pihak istri sudah tidak mungkin.

Mohon saran dan bantuannya pak Wahyu...dan atas perhatiannya saya ucapkan banyak terima kasih.

Salam,

JAWAB :

Terima kasih telah menghubungi saya ...

Pasal 41 UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menyatakan sebagai berikut :

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah :

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya;
b. Bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri

Sementara dalam Pasal 45 UU No. 1 Tahun 1974 ditegaskan sebagai berikut :

(1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
(2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.

Jadi sebenarnya mendasar pada ketentuan Pasal 41 dan Pasal 45 UU Perkawinan, meskipun salah satu dari orang tua yang bercerai dinyatakan oleh Pengadilan sebagai pemegang hak pengasuhan dan pemeliharaan anak, tidak berarti dengan keputusan pengadilan tersebut ia berhak sewenang-wenang mencegah atau melarang orangtua yang lain untuk bercengkrama atau menikmati waktu bersama dan atau waktu berkunjung kepada Anaknya.

Dalam Pasal 49 ayat (1) UU Perkawinan ditegaskan, Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal :

a. la sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya;
b. la berkelakuan buruk sekal

Jadi jika benar mantan istri Anda telah bertindak mencegah dan melarang Anda untuk bertemu dengan anak anda maka cukup alasan bagi Anda untuk mengajukan permohonan pencabutan kekuasaan orangtua yang ia miliki.

Ketentuan Pasal 49 ayat (1) UU Perkawinan di atas sejalan pula dengan ketentuan Pasal 26 ayat (1) Jo. Pasal 30 UU No. 23 Tahun 2002 yang menerangkan :

Pasal 26 ayat (1) :

Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :

a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

Pasal 30 ;

(1) Dalam hal orang tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, melalaikan kewajibannya, terhadapnya dapat dilakukan tindakan pengawasan atau kuasa asuh orang tua dapat dicabut.

(2) Tindakan pengawasan terhadap orang tua atau pencabutan kuasa asuh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui penetapan pengadilan.

Komentar

Postingan Populer