loading...

PHK dan prosedur penyelesaian perselisihan ketenagakerjaan

Dear Pak Wahyu Kuncoro,

Mungkin hal ini sudah pernah dibahas mengenai masalah PHK dan Pesangon berulang kali Pak, tapi mohon dengan segala kerendahan untuk dapat membantu saya menjelaskan dari sudut pandang hukum.
 
Berikut kronologis proses PHK terhadap saya dan teman-teman lain yang berjumlah sekitar 9 orang.
  1. Pada tanggal 4 Juni 2010 saya menerima email berisi pemberhentian terhitung tanggal 30 Juni 2010 dari perusahaan dan perusahaan akan membayarkan pesangon sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
  2. Saya tanggapi dengan menanyakan mengenai masalah besaran nilai pesangon yang akan diberikan dan mengenai masalah sisa uang makan, SPJ yang belum dibayarkan. Dan tetap saya ingatkan mengenai masalah ini kebagian HRD
  3. Tidak ada tanggapan sejak pemberitahuan tersebut hingga pada tanggal 29-Juni-2010 HRD mulai membicarakan besaran nilai pesangon yang akan kami dapatkan, dan nilainya sangat tidak sesuai/jauh lebih rendah dengan yang dijanjikan oleh perusahaan yaitu sesuai dengan UU Ketenagakerjaan.
  4. Dan baru hari ini 30-Juni-2010 bagian HRD memberi nilai pesangon yang lebih rendah dari nilai yang ditentukan sebelumnya. Dan kami menolak karena tidak sesuai dengan UU Ketenagakerjaan sebagaimana email pemberhentian kami tersebut.
Yang saya ingin tanyakan pak, dalam masalah ini apakah ada harapan bagi kami mengingat kami berhadapan dengan Perusahaan yang notabene lebih kuat posisi tawarnya. dan bagaimana seharusnya cara kami untuk mendapat hak-hak kami berupa pesangon maupun sisa uang SPJ yang nilainya jg besar buat kami semua.

Mohon dapat dibantu, sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya.

Salam Hormat,

Jawab : 

Dalam masalah perselisihan ketenagakerjaan, tidak ada yang kuat dan yang lemah, pak .. yang ada adalah mau apa tidak mempertahankan hak dan kewajiban yang telah diatur sesuai dengan aturan hukumnya.

Pasal 151 UU No. 13 Tahun 2003 menegaskan :

(1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.

(2) Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetu-juan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Dalam Pasal 152, dijelaskan :

(1) Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya.

(2) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diterima oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial apabila telah dirundangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (2).

(3) Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya dapat diberikan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan, tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan.
Bahwa kemudian, Perusahaan menetapkan PHK secara sepihak, terlebih hanya melalui e-mail, jelas dan tegas PHK tersebut cacat hukum karena tidak sesuai dengan aturan mekanisme PHK yang diatur sebagaimana ketentuan hukum di atas. Dengan demikian mendasar pada ketentuan Pasal 155 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 jelas penetapan PHK secara sepihak adalah Pemutusan hubungan kerja yang  batal demi hukum. Artinya Bapak beserta rekan-rekan yang lain dapat melakukan upaya hukum kepada perusahaan.

Dalam hukum ketenagakerjaan, upaya hukum dapat dilakui dengan 2 (dua) cara yakni, mediasi dan litigasi. Untuk mediasi, dapat dilakukan dengan cara bipartit (perundingan diantara pekerja dan perusahaan), mediasi dengan bantuan mediator (perundingan dengan bantuan mediator dari kantor dinas ketenagakerjaan yang wilayahnya mencakup domisili hukum perusahaan) atau melalui konsiliasi yang dibantu oleh konsiliator yang terdaftar.

Dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka, sesuai dengan ketentuan Pasal 5 UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial (upaya litigasi).

Komentar

Postingan Populer