loading...

Penegasan informasi hilangnya hak kepemilikan atas tanah dalam Perkawinan Campur


Salam,
Nama saya rt.


Saya mau bertanya tentang hak-hak di indonesia dari hasil kawin campur. 1 tahun yang lalu saya menikah dengan orang jepang, saya belum mengurus surat perjanjian tentang pisah harta, dan saya mendapat informasi, kalau tak punya surat pisah harta, saya menjadi tidak bisa ada hak milik di Indonesia, contohnya saya tidak bisa beli tanah atas nama saya di Indonesia.

Saya mau bertanya:

Apakah saya masih bisa membuat surat perjanjian pisah harta dan apakah saya masih ada hak untuk membeli tanah di indonesia atas nama saya?

Mohon informasinya dan saya berterimakasih banyak

rt

JAWAB :

Terima kasih telah menghubungi saya ....

Singkatnya, Informasi tentang perjanjian pisah harta dalam perkawinan campur seperti yang anda terima, benar adanya. Hal ini berdasarkan Pasal 21 ayat (3) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang menyatakan :

"Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warganegara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya Undang-undang ini kehilangan kewarga-negaraannya wajib melepaskan hak itu didalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarga-negaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung".

Dalam penjelasan Pasal 21 ayat (3) UU tersebut dikatakan :

"Dalam ayat 3 hanya disebut 2 cara memperoleh hak milik karena lain-lain cara dilarang oleh pasal 26 ayat 2. Adapun cara- cara yang diserbut dalam ayat ini adalah cara-cara memperoleh hak tanpa melakukan suatu tindakan positip yang sengaja ditujukan pada terjadinya peralihan hak itu".

Jadi sebenarnya subjek hukum yang di atur dalam pasal tersebut adalah larangan bagi orang asing (WNA) untuk memiliki hak kepemilikan atas tanah karena pewarisan atau karena perkawinan campur. Namun karena dalam perkawinan ada harta bersama suami - istri (percampuran harta) maka tentunya ketentuan pasal tersebut berimbas pula pada orang WNI yang menjadi pasangan Si WNA tersebut.

Oleh karena itu, untuk menghindarkan adanya percampuran harta dan untuk lebih menjamin hak WNI atas tanah, sebaiknya dalam perkawinan campur dibuat Perjanjian Pra Nikah.

Sepanjang dalam perkawinan campur, anda sebagai WNI belum membuat perjanjian pemisahan harta maka tentunya, jika anda sebagai WNI ingin membeli tanah dan mengatasnamakan tanah tersebut atas nama anda sendiri, maka tanah yang anda beli tersebut akan dianggap sebagai harta bersama dalam perkawinan campur. Artinya, berlakukalah Pasal 21 ayat (3) UU No. 5 tahun 1960.

Oleh karena perkawinan campur anda tersebut telah dilangsungkan, tentunya anda sudah tidak bisa lagi membuat perjanjian hal ini berdasarkan Pasal 29 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang menegaskan bahwa pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.

Jadi, berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (1) tersebut, perjanjian perkawinan (perjanjian pra nikah) hanya bisa dilakukan sebelum perkawinan tersebut dilakukan.

Bahwa kemudian anda ingin membuat pemisahan harta setelah perkawinan dilangsungkan, hanya ada 1 (satu) cara yang bisa dilakukan yakni mengajukan permohonan penetapan pemisahan harta kepada Pengadilan Negeri yang wilayahnya mencakup domisili bersama anda dan suami. Kelak, bilamana pemohonan tersebut dikabulkan oleh Hakim maka Pengadilan Negeri akan mengeluarkan penetapan pemisahan harta dan anda sebagai WNI bisa membeli tanah atas nama anda sendiri.

Komentar

Postingan Populer