loading...

Ayah Tiri Vs Anak Tiri dalam perebutan harta warisan


Yth. Bpk. wahyu,


saya mohon bantuannya mengenai aturan hukum waris, kakak laki2 saya menikah dengan seorang janda beranak satu (kelamin cewek), beberapa tahun kemudian buah pernikahan dgn janda tsb melahirkan anak laki2.istri kakak say ini memiliki harta bawaan sebidang tanah dan toko, yg kemudian dijadikan tempat usaha kakak saya beserta istrinya dan kondisinya cukup berkembang.


Beberapa tahun kemudian istri kakak saya meninggal dunia karena sakit, kakak saya menikah untuk kedua kalinya dan hingga saat ini belum dikaruniai anak. saat ini kakak saya menghadapi masalah yaitu anak cewek dari istri pertama (anak tiri) menuntut semua harta waris peninggalan ibunya (seperti tsb diatas, sebidang tanah dan toko) beserta harta gono-gini atas hak ibunya. anak cewek ini menuntut semuanya dan adik cowok (hasil pernikahan kakak saya dgn janda tsb) tidak mendapat bagian sama sekali.


Saat ini kakak saya bingung menanggapi maslah ini, mohon bantuan penjelasan hukumnya. sebelumnya kami ucapkan terima kasih.


salam
AZ


JAWAB :


terima kasih telah menghubungi saya ....


Dalam pembagian waris, para pihak ahli waris dapat menentukan pembagiannya berdasarkan bentuk hukum pilihan yang disepakati dan dikehendaki bersama. Adapun pilihan bentuk hukum pembagian waris yang dapat disepakati dan dikehendaki para ahli waris adalah pembagian waris berdasarkan pada Hukum Perdata, Hukum Agama atau Hukum Adat. Karena anda tidak menyebutkan agama yang dianut oleh Kakak pada waktu menikah dengan si Pewaris (si janda) maka jawaban yang saya berikan didasarkan pada aturan Hukum Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang secara umum banyak dianut dalam sengketa pembagian harta warisan disamping kemudahannya dalam praktek pembagiannya :

Dalam Pasal 852a KUHPerdata kurang lebih dikatakan sebagai berikut : "Dalam hal mengenai warisan seorang suami atau istri yang meninggal terlebih dahulu, si Istri atau suami yang hidup terlama, ...dst .., dipersamakan dengan seorang anak yang sah dari si meninggal dengan pengertian, bahwa jika perkawinan suami istri itu adalah untuk kedua kali atau selanjutnya, dan dari perkawinan yang dulu ada anak-anak atau keturunan anak-anak itu, si istri atau suami yang baru tidak akan mendapat bagian warisan yang lebih besar daripada bagian warisan terkecil yang akan diterima oleh salah seorang anak. Atau dalam hal bilamana anak tsb meninggal lebih dahulu, sekalian dengan keturunan penggantinya, tidak boleh bagian si Istri atau suami itu lebih dari 1/4 harta peninggalan si meninggal".


Pasal 857 KUHPerdata menyatakan sebagai berikut : "pembagian akan apa yang menurut pasal-pasal yang lalu menjadi bagian para saudara laki dan perempuan, dilakukan diantara mereka dalam bagian-bagian yang sama, jika mereka berasal dari perkawinan yang sama. Jika namun mereka berasal dari lain-lain perkawinan, maka apa yang harus diwariskan harus dibagi terlebih dahulu dalam 2 bagian, yakni bagian bagi garis Bapak dan bagi bagian garis Ibu. Saudara-saudara laki-laki dan perempuan yang penuh mendapat bagian mereka dari kedua garis, sedangkan mereka yang setengah hanya mendapat bagian dari garis dimana mereka berada"


Berdasarkan pengertian Pasal 852a KUHPerdata dan Pasal 857 KUHPerdata tersebut di atas, disesuaikan dengan masalah yang disampaikan, didapat ahli waris yakni Suami, 1 anak perempuan tiri (anak bawaan si Janda) dan 1 anak laki-laki (hasil perkawinan).


Adapun bagian warisnya adalah 1/4 untuk si suami, 1/2 bagian untuk si anak perempuan tiri dan 1 bagian untuk anak laki-laki.


Tuntutan pembagian harta gono-gini yang dilakukan si anak perempuan tiri, secara hukum, tidaklah mendasar sepanjang dalam perkawinan si Janda dengan si Kakak tidak ada perjanjian pemisahan harta mengingat secara hukum ketika terjadi suatu perkawinan maka tercampurlah harta bawaan masing-masing pihak. Memang benar, Pasal 35 UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menyatakan bahwa harta bawaan masing-masing suami dan istri dalam perkawinan adalah dibawah penguasaan masing-masing pihak, namun dalam praktek hukumnya, harus dibuktikan terlebih dahulu bahwa benar harta tersebut adalah harta bawaan si istri dan harus dibuktikan pula bahwa benar si suami - istri tersebut tidak menentukan aturan khusus terhadap harta bawaan tsb.


Saya menyarankan untuk menghindari konflik yang berkepanjangan dan juga untuk mendapatkan kepastian hukumnya, sebaiknya, jika penyelesaian secara kekeluargaan tidak membuahkan hasil, Kakak anda meminta penetapan hakim tentang pembagian waris dari harta peninggalan si Janda tsb.


Demikian penyampaian dari saya, semoga membantu

Komentar

Postingan Populer